News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ratu Atut Tersangka

BCC: Ratu Atut Bayar Tim Pengacara Hingga Rp 24 M, Uang dari Mana?

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Banten non aktif, Ratu Atut Chosiyah selesai dipriksa Gedung KPK Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (12/2/2014). Atut diperiksa sekitar delapan jam sebagai tersangka terkait dugaan pemerasan dalam kasus proyek alat kesehatan di Provinsi Banten.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk segera menelusuri aliran dana Keluarga Ratu Atut Choisiyah yang diberikan kepada tim pengacara.

Lembaga Banten Crisis Center (BCC) menyebut, meski tim pengacara dan klien terikat oleh kontrak kerja, yang perlu diperiksa adalah asal dana tersebut.

Hal yang sama juga berlaku bagi para artis, sekalipun dikatakan terikat oleh kerja profesionalisme, KPK tetap menyita mobil-mobil yang diberikan.

Juru bicara BCC, Rudy Gani menyebut, Firman Widjaja, kuasa hukum keluarga Ratut Atut mengatakan bahwa penetapan TPPU oleh KPK kepada Tubagus Chaery Wardana (Wawan), adik kandung Ratu Atut menunjukkan bahwa lembaga antikorupsi itu hanya mencari-cari kesalahan Wawan. Tindakan KPK itu, menurut Firman Widjaja, akan mendatangkan terror terhadap setiap para professional.

Pernyataan Firman Widjaja, menurut Rudy, itu harus disikapi serius oleh KPK. KPK harus memeriksa dari mana uang yang digunakan untuk membayar Tim Pengacara keluarga Atut.

“Harus diberlakukan kasus yang sama antara uang yang diberikan kepada para Artis dan juga kepada Tim Pengacara. Apapun profesinya, harus bisa diduga dari mana uang itu berasal. Menurut info yang saya terima, Atut membayar Rp 20 miliar hingga 24 miliar kepada Tim Pengacara. Uang itu dari mana?,” ujar Rudy, dari rilis yang diterima Tribunnews.com, Selasa (18/2/2014) .
.
“Korupsi tetaplah korupsi dan uang yang didapat dari hasil korupsi tetaplah haram. Sehingga apapun profesinya, jika sudah patut diduga uang itu dari mana, harus diberlakukan status yang sama kepada para pengacara. Jika para artis bisa disita mobilnya meskipun dalam pengakuan adalah terkait dengan kerja profesionalnya, hal yang sama harus diterapkan kepada para pengacara,” ujar Rudy yang juga Ketua Bidang Politik PBHMI.
 
Masih menurut Rudy, KPK harus menggunakan momentum kasus Banten untuk membantu bangsa dan negara membersihkan dinasti Atut yang telah melakukan perbudakan terselubung di Banten yang diawali dengan kasus Pilkada Lebak.
 
Rudy yang Ketua Bidang Politik HMI menjelaskan, merujuk pada sejarah, kasus pilkada Lebak yang diungkap KPK mengingatkan perbudakan di daerah tersebut yang diungkap oleh Eduard Douwes Dekker dalam bukunya Max Havelaar yang ditulis pada 1860.

Dalam buku Max Havelaar itu, Eduard Douwes Dekker menggunakan nama Multatuli yang artinya “Aku yang telah menderita banyak”, diungkap praktik perbudakan kejam yang dilakukan oleh keluarga Bupati Lebak dan kroni-kroninya termasuk korupsi serta kerja paksa.  
 
“Masyarakat Banten terutama Lebak harus melihat kasus keluarga Atut adalah pengulangan sejarah. Bangsa Indonesia harus melihat bahwa korupsi merupakan bentuk lain dari perbudakan yang mengakibatkan kemiskinan masyarakat. Sehingga Banten Crisis Center mendukung dan berada di belakang KPK dalam penuntasan kasus ini. Dan yang lebih penting lagi adalah, pengacara yang membantu keluarga Atut atau koruptor lain kita anggap sebagai musuh bangsa dan negara Indonesia,” tegas Rudy.

Belum ada konformasi dari pihak Ratu Atut atau pun dari tim pengacaranya soal pernyataan dari BCC yang menyebut uang bayaran tim pengacara Atut mencapai Rp 24 M.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini