TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Muhamad Akil Mochtar didakwa empat perkara korupsi dan dua perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dalam salah satu perkara korupsi, Akil didakwa selaku hakim konstitusi melakukan pemerasan Rp 125 juta terhadap Wakil Gubernur Papua, Alex Hesegem terkait proses lima sengketa pilkada di MK.
Hal itu terungkap saat tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK membacakan surat dakwaan Akil Mochtar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/2/2014).
Jaksa Pulung Rinandoro menyampaikan kronologi Akil melakukan pemerasan atau penerimaan uang Rp 125 juta terhadap Wakil Gubernur Papua itu.
Mulanya sekitar 2010, Alex selaku Wakil Gubernur Papua periode 2006-2011 beberapa kali menelpon Akil yang saat itu selaku hakim konstitusi di MK untuk berkonsultasi menanyakan perkara sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat dan Kabupaten Boven Digoel. Alex juga meminta bantuan dari Akil untuk mempercepat putusan atas permohonan sengketa hasil pilkada-pilkada tersebut.
Atas konsultasi tersebut, Akil meminta Alex untuk mengirimkan sejumlah uang ke rekeningnya di Bank BCA KCP
Rahardi Usman Pontianak. Selanjutnya, Alex mentransfer uang Rp 50 juta ke rekening Akil itu pada 14 September 2010.
Pada sekitar Juni 2011, Alex kembali berkonsultasi dengan Akil dan menanyakan tentang putusan terkait permohonan gugatan sengketa hasil Pilkada Kota Jayapura dan Kabupaten Nduga. Alex juga meminta bantuan Akil agar mempercepat putusan kedua perkara tersebut.
Atas konsultasi tersebut, Akil kembali meminta Alex untuk mengirimkan sejumlah uang.
Soal Penilaian Harian Beserta Kunci Jawaban Mapel Informatika Kelas 10 SMA/MA Materi Sistem Komputer
Latihan Soal & Jawaban PKN Kelas 1 SD Bab 2 Semester 1 Kurikulum Merdeka, Aku Anak yang Patuh Aturan
Dan Alex kembali menuruti permintaan sang pengetuk palu vonis itu, dengan mentransfer uang Rp 50 juta dan Rp 25 juta pada 20 Juni 2011 ke nomor rekening yang sama milik Akil seperti sebelumnya.
Perbuatan Akil selaku hakim yang meminta atau memaksa Alex itu didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 65 ayat (1) KUH-Pidana.