TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas memastikan akan menjerat sejumlah kepala daerah yang terbukti turut memberi hadiah atau janji kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar terkait penanganan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di sejumlah daerah.
Kepastian tersebut diungkapkan Busyro setelah sebelumnya sejumlah kepala daerah disebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam surat dakwaan terdakwa Akil Mochtar turut memberi hadiah atau janji.
Para kepala daerah yang disebut itu di antaranya, Bupati Empat Lawang, Budi Anthoni Al Jufri, Wali Kota Palembang, Romi Herton, Bupati Tapanuli Tengah, Bonaran Situmeang, Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, maupun Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah. Mereka dipastikan akan dijerat lembaga superbody pimpinan Abraham Samad Cs tersebut menjadi tersangka selanjutnya.
"Jadi akan bertahap (semua diusut)," kata Busyro melalui pesan singkatnya, Minggu (23/2/2014).
Senada dengan itu, Juru Bicara KPK, Johan Budi juga berkata demikian. Johan menyatakan pihakanya masih terus mengembangkan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang melibatkan Akil itu. Johan juga memastikan bahwa kasus tersebut tak akan berhenti pada Akil maupun beberapa pihak termasuk Bupati Gunung Mas terpilih, Hambit Bintih yang telah ditetapkan sebagai pesakitan oleh KPK.
"Sekarang ini dakwaan terhadap Akil, tentu segala hal dalam penyelidikan ataupun penyidikan dengan data-datan dan bukti itu diungkapkan dalam dakwaan. Apakah berhenti saya kira tidak, yang bisa dipastikan adalah tidak berhenti pada titik ini (Akil). Sudah banyak contohnya," kata Johan.
Menurut Johan, pihaknya KPK hingga saat ini masih menunggu fakta persidangan terkait kemungkinan menjerat kepala daerah yang ditengarai memberi janji atau hadiah kepada Akil Mochtar.
"Kami tunggu dulu fakta-fakta persidangan seperti apa. Apakah ada fakta-fakta baru yang dukung pengakuan-pengakuan, atau apakah ada putusan hakim yang bisa digunakan untuk kembangkan kasus ini atau dibuka penyelidikan baru," ungkapnya.
Dugaan keterlibatan sejumlah kepala daerah pemberi janji itu terungkap dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terhadap Akil Mochtar yang kini sudah berstatus terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Surat dakwaan itu dibacakan JPU KPK dalam persidangan perdana Akil Mochtar, Kamis (20/2/2014).
Akil sendiri didakwa JPU KPK menerima hadiah atau janji sekitar lebih dari Rp57 miliar dan US$500 ribu terkait perannya dalam mengurus belasan sengketa Pilkada yang disidangkan di MK. Dakwaan JPU KPK juga meliputi dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mencapai ratusan miliar. Untuk itu, Akil dijerat dengan pasal berlapis dan terancam hukuman pidana maksimal 20 tahun penjara. Uang lebih dari Rp 57 miliar dan US$500 ribu itu dalam surat dakwaan JPU KPK lantaran disinyalir menerima janji atau hadiah terkait pengurusan penanganan sengketa Pilkada di MK.
Diantaranya, Akil ditengarai meminta Rp 10 miliar dan 500 ribu dollar AS dari Bupati Empat Lawang, Budi Anthoni Al Jufri. Selanjutnya meminta Rp 10 miliar dari Gubernur Jawa Timur, Soekarwo. Termasuk permintaan uang Rp 20 miliar dari Wali Kota Palembang, Romi Herton menyangkut sengketa Pilkada Wali Kota Palembang.
Akil juga diduga menerima Rp 7,5 miliar dari Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah melalui adiknya Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan menyangkut sengketa Pemilihan Gubernur Banten. Tak hanya itu, Akil juga diduga menerima Rp Rp 1,8 miliar dari Bupati Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapeng) terpilih, Bonaran Situmeang.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Budiman Sudjatmiko mengaku bahwa DPR khawatir jika para kepala daerah tersebut ikut dijerat KPK. Bahkan Komisi II berencana akan memanggil Menteri Dalam Negeri untuk menyikapi hal itu. Pasalnya, hal tersebut menyangkut roda pemerintahan di daerah setempat.
"Tentu saja kami khawatir, untuk itu ketika kepala daerah tersangka wakilnya harus siap, memang ada aturan-aturan tertentu. Kami akan siap memanggil mendagri dalam RDP (Rapat Dengar Pendapat)," kata Budiman.
Budiman sendiri enggan berspekulasi jika Kepala Daerah terjerat maka sang wakil akan ikut terjerat juga. Pasalnya, kata Budiman, bisa jadi sang wakil tak tahu menahu soal suap yang diberikan untuk Akil.
"Tapi misalnya begini, yang dianggap menyuap kan pasangan A-B, kemudian dia menang karena menyuap, yang menyuap a (bupatinya) kan tidak rontok semua, si b bisa jadi tidak tahu apa-apa," kata politikus PDIP tersebut.
Edwin Firdaus