TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Agung Gayus Lumbuun menegaskan Mahkamah Agung (MA) lebih dulu melakukan terobosan hukum pemberian upaya hukum luar biasa yakni peninjauan kembali (PK) lebih dari sekali.
Gayus menyebutkan terobosan hukum tersebut yakni melalui Surat Edaran MA Nomor 10 Tahun 2009 tanggal pada 12 Juni 2009 tentang PK yang isinya memberikan kesempatan PK lebih dari sekali baik terhadap perkara perdata maupun pidana.
"MA lebih dulu melakukan terobosan hukum tersebut melalui Sema. Putusan MK tentang Peninjauan Kembali bisa lebih dari satu kali dengan membatalkan berlakunya pasal 268 ayat (3)KUHAP atau menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat merupakan putusan yang arief dan bijaksana dalam memahami dengan sungguh-sungguh tentang tujuan hukum yang harus memberikan kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan," ujar Gayus saat dihubungi, Jakarta, Jumat (7/3/2014).
Dalam Sema tersebut, butir kedua menyebutkan apabila suatu obyek perkara terdapat dua atau lebih putusan PK yang bertentangan satu dengan lainnya baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana dan diantaranya ada yang diajukan PK agar permohonan PK tersebut diterima dan berkas perkaranya tetap dikirimkan ke MA.
Bekas anggota DPR RI itu membantah jika PK berkali-kali menyebabkan penumpukan perkara di MA. Sebab syarat mengajukan PK harus lah ada bukti baru (novum) seperti tertera dalam Pasal 263 ayat (2) UU Hukum Acara Pidana.
"Kesempatan PK lebih dari satu kali juga tidak menjadikan menumpuknya perkara karena peryaratan dalam mengajukan PK sebagaimana diatur pada pasal 263 ayat (2) seperti harus adanya keadaan baru (novum) tetap berlaku," tegas Gayuus.
Sekedar informasi, Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi (judicial review) Pasal 268 ayat 3 UU KUHAP yang mengatur Peninjauan Kembali (PK) hanya boleh sekali. MK menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak memiliki hukum mengikat. Dengan demikian, PK boleh diajukan berkali-kali dengan syarat ada novum (bukti baru).