Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Pejabat Kementerian Agama, Ahmad Jauhari dituntut pidana 13 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan atas dugaan tindak pidana korupsi proyek penggandaan Al Quran pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Bimbingan Masyarkat (Bimas) Islam Tahun Anggaran (TA) 2011 dan TA 2012. Sehingga, merugikan keuangan negara sebesar Rp 27.056.731.135.
"Menuntut, menyatakan terdakwa Ahmad Jauhari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan sebagai perbuatan berlanjut sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan primer," kata Jaksa Titiek Utami ketika membaca tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (17/3/2014).
Terhadap Ahmad Jauhari juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 100 juta dan 15.000 dolar AS. Tetapi, karena uang tersebut sudah dikembalikan kepada KPK, maka uang yang dikembalikan tersebut dirampas untuk negara.
Dalam penjabarannya, Jaksa Rusdi Amin mengatakan bahwa Ahmad Jauhari selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bersama-sama dengan Abdul Karim (Sesditjen Bimas Islam), Mashuri (Ketua Tim ULP), Nasaruddin Umar (Wakil Menteri Agama), Zulkarnaen Djabbar (anggota DPR), Fahd El Fouz, Ali Djufrie dan Abdul Kadir Alaydrus telah menetapkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) sebagai pelaksana penggandaan Al Quran TA 2011.
Dalam penetapan PT A3I tersebut mengindahkan peraturan pengadaan barang dan jasa. Rusdi menjelaskan pemenangan PT A3I tersebut sudah direncanakan terlebih dahulu. Mengingat, anggaran penggandaan Al Quran tersebut adalah milik DPR, dalam hal ini adalah Zulkarnaen Djabar.
Bahkan, selaku PPK, Ahmad Jauhari disebut memerintahkan Mashuri selaku Ketua Tim Unit Layanan Pengadaan (ULP) untuk menghubungi PT A3I yang dimiliki oleh Ali Djufrie terkait pengurusan HPS (Harga Perkiraan Sendiri).
"Kemudian terdakwa menyetujui (HPS) dan meminta Mashuri menandatangani HPS sebesar Rp 22.671.983.492," kata Rusdi.
Hingga akhirnya, pada 11 Oktober 2011, terdakwa selaku PPK menetapkan PT A3I sebagai pemenang lelang penggandaan kitab suci Al Quran tahun 2011. Padahal, terdakwa tahu bahwa saat itu HPS belum ada dan tahu bahwa sjak awal paket pekerjaan tersebut adalah titipan anggota DPR.
"Terdakwa tidak memiliki kewenangan tetapkan PT A3I sebagai pemenang lelang. Sebab, anggarannya dibawah Rp 100 miliar yang sesuai kewenangan seharusnya ditetapkan oleh Ketua ULP," ungkap Rusdi.
Karena itu, jelas bahwa perbuatan terdakwa Ahmad Jauhari bertentangan dengan hukum. Apalagi, terdakwa menerima uang sejumlah Rp 100 juta dan 15 ribu dolar Amerika dari Ali Djufrie atau Abdul Kadir.
Demikian juga, untuk proyek penggandaan Al Quran TA 2012 dengan pagu anggaran Rp 55,075 miliar, terdakwa Ahmad Jauhari selaku PPK memenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia. Padahal, diketahui bahwa titipan dari Zulkarnaen Djabar.
Selain itu, HPS dan sertifikasi barang disusun oleh PT Sinergi Pustaka Indonesia. Padahal, proses lelang belum berjalan.
"Atas perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Abdul Karim, Mashuri, Nasaruddin Umar, Zulkarnaen Djabbar, Fahd El Fouz, Ali Djufrie dan Abdul Kadir Alaydrus memenangkan PT A3I dan PT Sinergi Pustaka Indonesia, telah memperkaya terdakwa sebesar Rp 100 juta dan 15 ribu dolar Amerika, Mashuri sebesar Rp 50 juta dan USD 5.000, PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara (PJAN) milik keluarga Zulkarnaen Djabar sebesar Rp 6,750 miliar, PT A3I dengan Dirut Ali Djufrie sebesar Rp 5.823.571.540 dan PT Sinergi Pustaka Indonesia dengan Dirut Abdul Kadir Alaydrus sebesar Rp 21.233.159.595," kata Rusdi.
Atas perbuatannya, jaksa Antonius Budi Satria melanjutkan, merugikan keuangan negara sebesar Rp 27.056.731.135 dari dua proyek penggandaan Al Quran. Menanggapi tuntutan tersebut, Ahmad Jauhari dan penasehat hukumnya akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada sidang selanjutnya yang akan digelar pada Senin (24/3) pekan depan.
"Ini kok sama dengan dakwaan. Selama ini sidang berbulan-bulan. Apa artinya? Kami tentu akan buat pledoi, dari saya pribadi dan penasehat hukum", kata Ahmad Jauhari.