TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia telah membayarkan uang diat untuk membebaskan tenaga kerja Indonesia, Satinah dari hukuman pancung di Arab Saudi.
Pemerintah dan pihak keluarga yang menjadi korban pembunuhan oleh Satinah menyepakati diat sebesar 7 juta riyal atau setara dengan Rp 25 miliar sebagai syarat pemaafan atas tindakan yang dilakukan Satinah.
Tim lobi yang dipimpin oleh mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni selama 12 hari berada di Arab Saudi untuk menjalin komunikasi dengan pihak keluarga.
Maftuh menuturkan, awalnya pihak keluarga sulit memaafkan Satinah dan meminta diat dengan jumlah yang besar karena tersinggung akan pemberitaan di dalam negeri.
"Tim lobi di Arab sebenarnya berada dalam posisi sulit karena di Indonesia berkembang pemberitaan yang membuat keluarga korban tersinggung seolah-olah Satinah tak bersalah. Akhirnya upaya lobi dilakukan dan mereka sepakat untuk diat 7 juta riyal," ujar Maftuh dalam jumpa pers di kantor Kemenkopolkam, Jakarta, Selasa (15/4/2014).
Maftuh menuturkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga membantu dengan mengirimkan surat pada tanggal 5 April dan menjelaskan pemerintahan Indonesia menghormati hukum setempat.
Surat dari Presiden itu, kata Maftuh, membuat komunikasi yang awalnya buntu berangsur cair. Uang 7 juta riyal yang disepakati pemerintah dan pihak keluarga, diakui Maftuh, mayoritas berasal dari dalam negeri. Ada pula bantuan pengusaha Arab Saudi sebesar 500.000 riyal.
"Uang itu kami depositokan ke mahkamah (pengadilan), sudah ada 7 juta riyal. Jadi tenang saja, percayakan sama kami, bahwa Satinah tidak akan dieksekusi karena pihak mahkamah sudah menjamin Satinah," imbuh Maftuh.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menambahkan, setelah diat diserahkan ke pihak pengadilan, Satinah akan segera menghirup udara bebas dalam waktu 1-2 bulan.
"Sekarang pihak keluarga masih ada masalah internal terkait pembagian uang di antara kelompok keluarga. Mereka meminta waktu, dan kami menunggu itu," kata Djoko.