TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) menganggap Kapolri Jenderal Pol Sutarman tidak serius mengungkap kasus dugaan suap yang terjadi di Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, dimana tim Pengamanan Internal (Paminal) Propam Mabes Polri melakukan penangkapan terhadap seorang pengusaha biro jasa berinisial S di lantai 3 gedung Direktorat Lalulintas Polda Metro Jaya, beberapa waktu lalu serta mengamankan dua staf Ditlantas Polda Metro Jaya.
Untuk itu, IPW mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengambil alih kasus tersebut. Hal itu diungkapkan Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, Selasa (22/4/2014).
"Kami mendesak KPK segera mengambil alih kasus itu serta mengusut semua kasus suap, pungli, dan gratifikasi di jajaran Ditlantas Polda Metro," kata Neta.
Menurut Neta, jika KPK sering melakukan operasi tangkap tangan terhadap kepala daerah, jaksa, dan hakim, tentu sudah saatnya KPK melakukan operasi tangkap tangan di jajaran kepolisian yakni Direktorat Lalulintas.
"Termasuk menindaklanjuti kasus penangkapan yang dilakukan Paminal Mabes Polri," ujarnya.
Menurut Neta, dari informasi yang didapatnya Paminal Mabes Polri menangkap pengusaha biro jasa S dan dua anggota polwan Brigadir I dan Brigadir L, berikut barang bukti uang tunai Rp 350 juta di kantor Direktur Lalulintas Polda Metro Jaya Kombes Nurhadi Yuwono.
Ia menyatakan, jika KPK enggan mengambil alih kasus
tersebut, maka masyarakat akan tidak pernah percaya lagi kepada
KPK.
Sebab pameo 'tak mungkin jeruk makan jeruk' ternyata berlaku pula di KPK.
"Mengingat sebagian besar penyidik di KPK itu adalah anggota Polri sehingga ada kemungkinan mereka tidak mungkin melakukan operasi tangkap tangan terhadap koleganya sendiri di Polri," ujarnya.
Bahkan, kata Neta, kalau KPK tidak mengambil alih, akan ada anggapan penyidik KPK menghindar mengusut kasus koleganya di Polri.
"Padahal kan sangat jelas dan dengan mata telanjang publik menyaksikan betapa ganasnya pungli di jajaran Direktorat Lalulintas Polda Metro," ujar Neta.
Ia mengatakan beberapa hari sebelum penangkapan itu, sebenarnya lima pimpinan KPK sudah menemui Kapolri dan meminta Polri agar mengupayakan pembersihan di lingkungan Direktorat Lalulintas Polda Metro Jaya dari berbagai tindak kegiatan pungli, suap dan upeti.
Hal itu, katanya karena begitu banyak pengaduan masyarakat tentang berbagai praktek suap dan pungli di lingkungan Ditlantas Polda Metro Jaya terutama dalam proses
pengurusan SIM, STNK, dan BPKB.
"Namun kami menyayangkan sikap Kapolri yang enggan bersikap transparan dalam mengungkap kasus ini," ujarnya.
Menurut Neta, jika dicermati sangat jelas terlihat, kalau Polri tidak pernah serius dalam mengungkap dugaan korupsi, suap, dan gratifikasi diinternalnya sendiri.
"Lihat saja kasus dugaan korupsi proyek TNKB 2012 yang diambil alih Bareskrim Polri dari KPK sejak dua tahun lalu, tapi sampai sekarang tak kunjung tuntas," kata Neta.
Karena itu, ia menduga, kasus Dirlantas Polda Metro ini akan dipeties-kan.
"Apalagi sejak awal Mabes Polri berusaha menutup-nutupinya. Karenanya IPW meminta agar KPK segera mengambil alih dan mengusut kasus ini hingga tuntas ternasuk mengungkap kemana saja aliran dana tersebut," ujarnya.
Neta mengatakan apakah ada jenderal yang menerima suap ini, juga harus ditelaah lebih jauh. "Sebab dari info yang kami terima barang bukti uang tunai Rp 350 juta itu adalah setoran harian biro jasa tersebut," kata Neta.
Seperti diberiktakan sebelumnya, tim Pengamanan Internal (Paminal) Propam Mabes Polri melakukan penangkapan terhadap pengusaha biro jasa berinisial S di kantor Direktur Lalulintas Polda Metro Jaya Kombes Nurhadi Yuwono di lantai tiga gedung Ditlantas Polda Metro Jaya.
Dalam penangkapan tersebut, tim Paminal beranggotakan tujuh personil dan menyita uang tunai Rp 350 juta
dari tangan dua polwan anak buah Nurhadi, yakni Brigadir I dan Brigadir L.
Disita pula ponsel dari I dan S yang berisi percakapan terkait setoran upeti untuk Nurhadi. Turut disita pula sejumlah dokumen dari polwan I berisi catatan keuangan Nurhadi berikut aliran penerimaan dan pengeluaran uang.
Kombes Pol Nurhadi saat dikonfirmasi menyatakan, kabar mengenai dugaan suap itu tidak benar. Bahkan, dia menyatakan dirinya menjadi korban fitnah dari sang pengusaha biro jasa.
"Itu hanya masalah miss komunikasi. Tidak benar soal itu. Saya tidak ada urusan dengan biro jasa. Saya hanya difitnah," kata Nurhadi.
Wakil Inspektorat Pengawasan Umum (Wairwasum) Polri Irjen Andayono membenarkan adanya peristiwa penangkapan itu pada Selasa sore (15/4/2014) di lantai 3 gedung Ditlantas Polda Metro Jaya. (Budi Sam Law Malau)