TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama Bank Mutiara, Maryono mengatakan, ada tiga permasalahan utama yang membuat Bank Century terpuruk sampai kalah kliring dan sampai ditetapkan menjadi bank gagal berdampak sistemik.
Pertama, menurut Maryono, manajemen Bank Century melakukan kesalahan terkait pengelolaan aset seperti deposito jaminan. Kedua, tidak memelihara Giro Wajib Minimum, dan ketiga terang dia, kepemilikan Surat-Surat Berharga (SSB) yang berkualitas rendah.
Menurutnya tiga hal itu yang menyebabkan Century selalu kesulitan menambah modal hingga sebelum kalah kliring pada 13 November 2008.
"SSB sangat rendah kualitasnya. No rating. Ada ketentuan dari Bank Indonesia, kalau kualitasnya rendah akan dikualifikasikan macet. Sehingga yang tadinya dikategorikan bisa likuid menjadi tidak likuid," kata Maryono saat bersaksi untuk terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (28/4/2014).
Maryono melanjutkan, jangka waktu pencairan SSB itu juga terlampau panjang. Sehingga, ujar dia, yang tadinya ada harapan SSB itu bisa dipakai bank buat perputaran modal dan membiayai aset malah macet.
Kemudian, Maryono mengatakan, manajemen dan pemilik Bank Century tidak mengikat deposito jaminan pengganti SSB. Menurutnya, itu menyebabkan posisi Bank Century lemah, karena sewaktu-waktu menyulitkan jika ingin dicairkan segera.
"Malah ada juga yang mengaku deposito itu punya pihak lain," kata Maryono.
Sementara dalam sisi aset, lanjut Direktur Utama BTN tersebut, Bank Century sudah kepayahan. Sebab, bank itu sudah tidak memiliki simpanan di Bank Indonesia dan tidak bisa memelihara giro wajib minimum.
"GWM Bank Century masih kecil sekali. Di bawah 5 persen," kata Maryono.