TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kubu terdakwa dugaan suap proyek revitalisasi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT), Anggoro Widjojo, kukuh menolak pemutaran rekaman hasil sadapan oleh Jaksa KPK dalam persidangan.
Adapun Tito Hananta Kusuma, beralasan rekaman sadapan itu telah dimanipulasi dan cacat hukum.
"Kami menolak pemutaran rekaman hasil sadapan karena isinya diduga telah dimanipulasi dan cacat hukum," kata Tito pada awal sidang Anggoro di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (21/5/2014).
Menurut Tito, saat pengambilan sampel suara dalam pemeriksaan di KPK, kliennya hanya diperiksa penyidik KPK bernama Harun. Tetapi dalam lampiran berkas perkara justru isi Berita Acaranya berbeda.
"Dalam sampel yang dilampirkan dalam berkas perkara justru ditandatangani penyidik KPK H.N. Kristian, Jimi Kristian, dan Harun," kata Tito.
Tito mengatakan, saat pengambilan sampel suara, kliennya hanya diminta membaca 20 kalimat pendek. Tetapi di dalam berkas menjadi 25 kalimat panjang dan berbeda.
"Kami meminta kepada majelis hakim supaya memerintahkan jaksa penuntut umum menghadirkan ketiga penyidik yang mengambil sampel suara dan saksi ahli. Kemudian memutar rekaman pengambilan sampel suara dan cctv di ruang pemeriksaan Gedung KPK," kata Tito
Tito juga ngotot agar jaksa hanya memutar rekaman suara Anggoro, mantan Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban, dan sopir Kaban, Muhammad Yusuf.
20 Latihan Soal IPAS Kelas 4 SD BAB 4 Kurikulum Merdeka serta Kunci Jawaban, Perubahan Bentuk Energi
Latihan Soal & Kunci Jawaban Informatika Kelas 10 SMA/MA Materi Informatika dan Keterampilan Generik
Dia juga menyangsikan keabsahan sampel suara tersebut. Menurutnya, saat ini sangat mudah mengubah suara, bahkan hanya dengan bantuan telepon seluler.
"Mohon agar saksi-saksi yang sampel suaranya tidak diambil dan diperiksa tidak layak diperdengarkan. Saat ini sangat mudah mengubah suara. Saya contohkan iklan XL dan Axis. Cukup dengan Rp 1000 bisa mengubah suara. Suara laki-laki bisa menjadi perempuan dan sebaliknya," kata Tito.
Namun, Jaksa Riyono mengatakan pada saatnya akan menghadirkan ahli. Tetapi, dia masih pikir-pikir jika harus menghadirkan penyidik.
"Terkait menghadirkan ahli juga akan dilakukan. Hasilnya juga akan kita uji dalam persidangan sesuai hukum acara. Kalau penyidik, kami akan melakukan kajian dulu. Karena saksi-saksi yang diperiksa sudah mengakui," kata Jaksa Riyono.
Meski begitu, Ketua Majelis Hakim Nani Indrawati akhirnya menolak permohonan tim penasehat hukum Anggoro. Sebab dalam persidangan yang lalu semua saksi yang diperdengarkan soal rekaman sadapan mengakui.
"Kemarin saksi yang sudah diperdengarkan rekaman sadapan tidak ada satupun yang menyangkal. Pak Yusuf Erwin Faisal mengakui itu suaranya. Jadi yang sudah diperiksa tidak menyangkal. Kan kalau sudah didengarkan tidak perlu disangsikan," kata Hakim Ketua Nani.