Laporan Wartawan Tribunnews.com, Andri Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesian Corruption Watch (ICW) membeberkaan modus dugaan korupsi dana penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama.
ICW mencium adanya permainan kurs nilai mata uang dalam penyelenggaran haji. Permainan ini sudah tercium sebagai aroma yang tidak sedap dalam penyelenggaraan haji sejak 2012 lalu.
Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas menyebutkan permainan kurs nilai mata uang terjadi pada dua sisi. Yakni, ketika ongkos Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) ditetapkan dan pelunasannya.
Untuk diketahui, terdapat tiga mata uang yang dipakai dalam hal ini. Yaitu, Rupiah, dollar Amerika Serikat (AS) dan real.
Dijelaskan, dalam aturan BPIH dikatakan nilai pelunasan dihitung berdasarkan kurs rata-rata nilai dolar AS pada waktu pelunasan.
"Di dalam temuan kami, terutama untuk 2012, kami menemukan bahwa Kementerian Agama menggunakan nilai kurs Rupiah yang lebih rendah dari realisasinya.
Sehingga ketika dikonversi menjadi dollar, jamaah itu membayar dengan kurs dolar yang lebih tinggi," ungkap Firdaus, dalam konferensi pers terkait penetapan Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji 2012-2013, di Kantor ICW, Jakarta, Jumat (23/5/2014).
Kata dia, berdasarkan catatan ICW mengenai permainan kurs pada 2012, misalnya, sekitar Rp55 miliar kerugian jamaah dari ketidak-wajaran kurs tersebut. "Itu satu permainan kurs untuk pelunasan BPIH," ucapnya.
Kemudian, temuan kedua adanya permainan kurs juga terjadi ketika perumusan komponen biaya langsung (direct cost) yang harus ditanggung jamaah dalam BPIH.
"Satu catatan penting, bisa dilihat dari otoritas perbankan Arab Saudi menetapkan satu dollar AS itu sama dengan 3,745 real. Tetapi sayangnya, ketika merumuskan perhitungan beban, Kementerian Agama menggunakan nilai kurs 3,72. Jadi satu dollar itu dihitung 3,72 real," sebutnya.
"Jadi, ketika dikonversi ke dalam dollar, maka dinilai dollar yang ditanggung jamaah itu akan semakin besar," jelasnya.