TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya menjerat Anas dengan dugaan gratifikasi, tetapi juga menjerat dengan pasal pencucian uang.
Dipaparkan Jaksa Tri Mulyono, terkait dugaan pencucian uang, jaksa menilai Anas berupaya menyamarkan harta hasil korupsi sebesar Rp 20,88 miliar.
Uang itu diperoleh Anas dari berbagai sumber. Di antaranya dari gaji sebagai anggota DPR 2009-2014 sebesar Rp 195,6 juta dan tunjangan Rp 339,6 juta, sisa dana persiapan pemenangan dalam Kongres Partai Demokrat 2010 sekitar 1,3 juta dollar AS dan Rp 700 juta.
Uang tersebut, terang Jaksa Tri disimpan oleh Wakil Direktur Keuangan Yulianis dan dimasukkan ke brankas, yang kemudian dijadikan satu untuk dana komisi proyek, serta dana yang dihimpun bersama Nazaruddin melalui Grup Permai.
Anas kemudian membelanjakan uang itu guna membeli rumah seluas 1.639 meter persegi di Jalan Teluk Semangka Blok G, Duren Sawit, Jakarta Timur seharga Rp 3,5 miliar. Rumah itu diatasnamakan terdakwa. Selain itu, juga dibelikan Anas sebuah rumah di Jalan Selat Makassar, Duren Sawit, Jakarta Timur, seharga Rp 690 juta atas nama K.H. Attabiq Ali (mertua Anas).
Tak hanya itu, Anas juga disebutkan telah menggunakan uang yang sudah dicampur tadi untuk membeli tanah seluas 3.200 meter persegi di Jalan D.I. Panjaitan, Mantrisuron, Yogyakarta, dan tanah seluas 7.800 meter persegi lokasi sama seharga Rp 15,7 miliar. Tanah dibeli secara tunai.
Anas membeli tanah itu melalui K.H. Attabik Ali dengan uang Rp 1,5 miliar, 1,1 juta dollar AS serta 20 batang emas seberat 100 gram.
"Karena masih kurang Rp 1,2 miliar, maka dibayar dengan dua bidang tanah seluas 1.069 meter persegi di belakang rumah sakit dan 85 meter persegi di Jalan D.I. Panjaitan. Semua kepemilikan atas nama K.H. Attabik Ali," kata Jaksa Tri Mulyono.
Anas juga disebutkan membeli tanah menggunakan uang hasil korupsi secara tunai di lokasi lain. Di antaranya adalah tanah seluas 280 meter persegi seharga Rp 600 juta dan sebesar 389 meter persegi seharga Rp 369 juta di Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Tanah tersebut diatasnamakan Dina Zad, kakak ipar Anas.
"Dengan demikian jumlah kepemilikan harta terdakwa tidak sesuai dengan profil penghasilan terdakwa sebagai mantan anggota KPU dan anggota DPR," kata Jaksa Tri.
Anas juga dianggap menyembunyikan harta hasil korupsi dengan cara mendirikan perusahaan tambang batubara PT Arina Kota Jaya, di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Melalui M Nazaruddin, Anas meminta agar menyuap Bupati Kutai Timur, Isran Noor, sebesar Rp 3 miliar guna terbitkan Izin Usaha Pertambangan. Isran Noor menerbitkan IUP buat PT Arina Kota Jaya pada 26 Maret 2010.
Surat dakwaan buat Anas disusun dalam bentuk kumulatif. Dalam perkara suap, Anas disangkakan melanggar pasal 12 huruf (a) atau (b) atau pasal 11 juncto pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Terkait pencucian uang, Anas dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 25 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. (edwin firdaus)