News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Hambalang

Anas Tulis Eksepsi Pakai Tinta Biru

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menulis nota keberatan atau eksepsi setebal 30 halaman menggunakan tinta biru.

Anas beralasan ia suka warna biru dan menganggap tulisan tangan lebih otentik ketimbang ditulis di mesin ketik ataupun komputer.

Namun Anas juga menyatakan alasan lain sehingga menulis sendiri eksepsinya. Menurut Anas, tidak ada peralatan untuk mengetik di rumah tahanan (rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dihuninya. Anas mengaku menuliskan eksepsi sejak Kamis (5/6) hingga Jumat (6/6) dini hari.

"Kenapa tulisannya warna biru? Karena saya suka warna biru," kata Anas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jumat (6/6).
"Kalau difotocopy kan warnanya jadi item," imbuhnya.

Kemarin, Anas kembali diajukan ke sidang yang mengagendakan pembacaan nota keberatan. Dalam eksepsinya, Anas antara lain menyatakan bahwa ia tidak mengerti dakwaan yang dibuat jaksa. Dalam surat dakwaan, jaksa menudu Anas menerima gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Saya tidak berhasil memahami apa substansi dakwaan termasuk dalil-dalilnya," kata Anas saat membacakan eksepsi pribadinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Anas malah menyatakan bahwa dakwaan yang ditujukan kepada dirinya bersumber dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

"Surat dakwaan telah disusun sebaik-baiknya, namun dengan segala hormat, ini bukan dakwaan JPU namun dakwaan dari Nazaruddin," kata Anas disambut tepuk tangan para loyalisnya di Perhimpunan Pergerakan Indonesia yang hadir meyaksikan jalannya persidangan.

Namun, hakim menegur aksi para loyalis Anas. Bahkan hakim mengancam akan mengusir bila mereka kembali melakukan kegaduhan.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan pada sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (30/5), Anas selaku anggota DPR diduga telah menerima hadiah atau janji berupa satu mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp 650 juta dan satu mobil Toyota Vellfire senilai Rp 750 juta dari PT Atrindo Internasional.

Anas juga didakwa menerima fasilitas survei senilai Rp 487 juta dari Lingkaran Survei Indonesia terkait pemenangan dirinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Anas juga didakwa menerima uang Rp 116 miliar dan 5,2 juta dollar AS.

Anas juga diduga melakukan pencucian uang senilai miliaran rupiah.

"Padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan agar terdakwa selaku anggota DPR RI melancarkan proyek hambalang dan proyek lain di Kempora (Kementerian Pemuda dan Olahraga), proyek-proyek di Dirjen Pendidikan  Tinggi pada Kementerian Pendidikan Nasional dan proyek-proyek lain yang dibiayai APBN yang didapat Permai Grup," kata jaksa Yudi Kristiana saat membacakan dakwaan.

Lewat eksepsinya, Anas membantah semua tuduhan itu. Ia membantah tuduhan pernah berjanji memberikan proyek survei pilkada dari Partai Demokrat (PD) kepada Lingkaran Survei Indonesia (LSI).

Anas juga membantah mobil Toyota Vellfire dari PT Artindo Internasional. Anas mengklaim, mobil tersebut pinjaman dari sahabatnya setelah ia mundur dari anggota DPR.

Anas juga membantah menerima uang Rp 2 miliar dari PT Adhi Karya saat mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. "Saya tidak pernah menerima uang dari PT Adhi Karya," kata Anas.

Dalam eksepsinya, Anas juga minta majelis hakim mencermati surat dakwaan. Misalnya pada dugaan Anas mengumpulkan 513 ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat dalam rangka kongres Partai Demokrat di Bandung tahun 2010.

Menurut jaksa, pengumpulan 513 ketua DPC itu dilakukan di Apartemen Senayan City.

"Tidak masuk akal jika apartemen kapasitas maksimal 15 orang dimasuki ratusan orang," kata Anas saat membacakan eksepsinya.

Anas juga meminta jaksa memeriksa kembali jumlah DPC yang dikumpulkannya dalam rangka Kongres Partai Demokrat. "Peserta kongres 530 peserta, 1 DPP, 33 DPD, dan 496 DPC. Jadi kalau ada DPC jumlahnya 513 apalagi 943, tentu data yang disebutkan tidak valid," kata Anas.

Soal biaya untuk masing-masing ketua DPC. Dalam dakwaan jaksa ditulis dana Rp 10 juta untuk Ketua DPC, Rp 25 juta untuk korwil, dan Rp 20 juta untuk entertainment. Namun kata Anas, dakwaan tersebut dibantah sendiri oleh jaksa.

"Dakwaan dibantah sendiri pada contoh-contoh DPC yang terima. Dari 13 nama yang disebutkan, tidak satu pun menerima uang sebagaimana pada penjelasan, semua keterangan beda-beda," kata Anas.

Anas juga menilai dakwaan tidak seimbang karena hanya mengambil 13 ketua DPC sebagai sampel.
"Apakah 13 orang bisa mewakili 513?" kata Anas. Di akhir eksepsinya, Anas menyatakan bahwa dakwaan jaksa tidak didasarkan pada data yang valid. "Angkanya sangat misterius," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini