TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Presiden RI terpilih nantinya, memiliki pekerjaan yang cukup berat dalam pemberantasan korupsi. Ada delapan agenda pemberantasan korupsi yang harus diselesaikan, yakni reformasi birokrasi dan perbaikan administrasi kependudukan, pengelolaan sumberdaya alam dan penerimaan negara, ketahanan dan kedaulatan pangan dan perbaikan infrastruktur.
Selain itu, penguatan aparat penegak hukum, dukungan pendidikan nilai dan keteladanan, perbaikan kelembagaan partai politik, dan peningkatan kesejahteraan sosial.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK, M. Busyro Muqoddas dalam bedah buku "Delapan Agenda Antikorupsi Bagi Presiden 2014-2019" yang digelar BEM Unair, Jumat (27/6/2014).
"Posisi kami tidak mendukung capres 1 atau 2. Tapi kami mendukung dengan saran yang kami tuangkan dalam buku ini untuk Presiden dan wakilnya yang nanti terpilih," ungkap Busyro Muqoddas.
Menurut Busyro, sistem tata kelola lembaga-lembaga negara dan pemerintahan dari pusat sampai daerah harus diperbaiki. Karena banyak sistem yang memuat kecurangan, maupun yang dibangun untuk melegalkan sesuatu yang illegal padahal sesuatu yang illegal itu korupsi.
Modus korupsi kebanyakan berasal dari dana APBN/APBD, dana sosial / hibah, dan sumber daya alam. Sektor mineral dan bahan tambang adalah sasaran empuk para koruptor.
Riset KPK menemukan 12 ribu izin tambang mineral dan bahan tambang, sebanyak 4 ribu diantaranya ternyata tidak memiliki NPWP. Untuk itu, perlu adanya agenda pengelolaan sumber daya alam dan penerimaan negara.
Kepada Presiden yang nantinya terpilih, KPK mengharapkan menteri-menteri dan pejabat untuk sektor vital seperti SKK Migas, Menteri ESDM dan Menteri Perhubungan tidak diambil dari pejabat atau pengusaha-pengusaha yang terindikasi masalah korupsi.
"Jika Presiden mengangkat orang-orang yang terindikasi korupsi sebagai menteri, KPK siap menindak lanjut," tegas Busyro.
Sementara itu, guru besar FISIP Unair Prof Ramlan Surbakti mengatakan perlu adanya reformasi birokrasi dan perbaikan administrasi kependudukan.
Hal itu bisa dilakukan dengan evaluasi birokrasi, yang menyangkut tiga poin penting yakni apakah sebuah birokrasi mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat, apakah urusan yang diurus oleh birokrasi tersebut sebenarnya urusan negara, swasta atau masyarakat, kemudian apakah birokrasi tersebut dibutuhkan di daerah atau cukup di pusat saja.
Ramlan mengambil contoh dinas koperasi, dimana koperasi adalah urusan masyarakat bukan negara, jadi tidak perlu birokrasi khusus dari pemerintah, karena prinsipnya adalah dari, oleh dan untuk anggota.
Dari tahap evaluasi, maka birokrasi-birokrasi dapat disederhanakan dan yang tidak dibutuhkan bisa dibubarkan. Tahap selanjutnya untuk reformasi birokrasi adalah, perbaikan kompetensi, di mana orang-orang yang duduk sebagai birokrat harus memiliki kompetensi sesuai yang dibutuhkan.