News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kriminolog: MK Tak Akan Kabulkan Gugatan 'Suntik Mati' Ryan

Editor: Rendy Sadikin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ignatius Ryan Tumiwa

TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Kisnu Widagso mengaku sangat ragu Mahkamah Konstitusi (MK) akan memenuhi gugatan Ignatius Ryan Tumiwa, lulusan S2 Universitas Indonesia (UI) jurusan Administrasi Fiskal tahun 1998, agar menghapus Pasal 344 KUHP dengan alasan utama agar permintaan bunuh diri oleh Ryan diizinkan oleh negara.

Kisnu mengatakan, keraguan itu dikarenakan jika MK memenuhi gugatan Ryan, maka banyak kelompok masyarakat yang perasaan moralnya tersakiti. "Bahkan sebagian besar kelompok masyarakat akan tersakiti perasaan moralnya. Sebab ini sangat terkait erat dengan moralitas masyarakat kita," katanya.

Menurut Kisnu, masyarakat Indonesia yang masih kental dengan nilai budaya, adat dan agama pasti akan menolak kuat jika sebuah bunuh diri dilegalkan oleh pemerintah Indonesia.

"Sebab suku mana di Indonesia yang membolehkan bunuh diri? Lalu agama mana di Indonesia yang membolehkan bunuh diri? Hampir tidak ada kan," kata Kisnu. Karenanya, ia berharap MK sangat jeli dan hatu-hati dalam memberikan keputusan atas hal ini.

Selain itu Kisnu mengatakan, Ryan yang menggugat pasal ini ke MK, sebenarnya kurang tepat, karena gugatan ke MK haruslah gugatan yang dirasakan sangat mendasar dan dianggap tidak memenuhi hak dan kewajiban masyarakat luas.

Ia mengatakan jika memang Ryan menggugat pasal ini ke MK, berarti Ryan merasa bahwa pasal itu bertentangan dengan konstitusi atau UUD 45 yang berlaku di Indonesia.

"Lalu esensi apa dari konstitusi kita yang dianggap penggugat bertentangan dengan pasal itu? Saya merasa maksud penggugat pasal itu bertentangan dengan hak hidup dalam konstitusi yang dimaknainya sebagai hak mati juga," paparnya.

Karenanya, kata Wisnu, jika pasal itu dianggap tidak memenuhi hak mati seseorang belum tentu dianggap bertentangan dengan konstitusi atau bertentangan dengan hak hidup seseorang.

"Esensinya siapakah yang memiliki hak hidup dan hak mati atas setiap orang? Sebenarnya hanya Tuhan. Karenanya di beberapa negara maju, dilegalkannya bunuh diri atau permintaan mati ini, karena terkait dengan sistem lainnya, misalnya asuransi atau sistem lain," paparnya.

Menurutnya pemenuhan hak mati seseorang oleh negara atau dilegalkannya hal itu, harus melalui proses serta prosedur yang panjang, agar benar-benar berguna serta dirasakan masyarakat banyak.

"Jadi harus ada kajian dan proses panjang dulu soal ini. Sebab di negara maju sekalipun serta di negara kita, hal ini selalu debatebel," kata Kisnu.(Wartakota/Budi Sam Law Malau)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini