News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ide Kemaritiman Jokowi Mudah Tercapai dengan Menjadikan Renang Olahraga Wajib

Editor: Domu D. Ambarita
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) Laksdya Didik Heru Purnomo, meninjau tempat dok pembikinan Kapal Cepat yang akan dihibahkan untuk Bakorkamla dari Australia, Rabu (1/6/2011) di Desa Balaraja, Kronjo, Tangerang, Banten. Rencana Bakorkamla akan dihibah 10 unit kapal oleh Australia.

TRIBUNNEWS.com, JAKARTA - Pasangan presiden – wakil presiden terpilih, Joko Widodo – Jusuf Kalla bertekad mengembalikan kejayaan kemaritiman Indonesia dan menjadikan Nusantara poros maritim dunia. Jika hal itu betul-betul dilaksanakan, salah satu prasyarat pendukungnya adalah menjadikan renang sebagai olahraga wajib bagi murid taman kanak-kanak TK hingga siswa SLTA. Kemudian, semua tahapan pendidikan termasuk perguruan tinggi harus menjadikan kehidupan pantai dan laut sebagai budaya sehari-hari.

Dengan demikian, dunia pendidikan harus mempersiapkan diri untuk mengembalikan budaya maritim dengan cara mempersiapkan sarana-prasarana terkait dengan budaya bahari, antara lain kolam renang.

“Perlu digarisbawahi adalah menjadi negara maritim tidak hanya soal teknologi tetapi soal budaya,” ujar mantan Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla RI), Laksdya TNI (Purnawirawan) Yosaphat Didik Heru Purnomo, saat ditanya tentang Indonesia Sebagai Negara Maritim di Jakarta, Minggu (10/8/2014).

Menurut Didik, mantan Kepala Staf Umum TNI, kehancuran budaya maritim Indonesia sudah terjadi sejak 500 tahun lalu, ketika Portugal menguasai Malaka termasuk Tumasik (Singapura, Red) pada tahun 1511. Padahal daerah itu dahulu adalah pulau terluar dari Kerajaan Sriwijaya dan tidak pernah berubah sampai direbut oleh Portugal.

“Pilihan menjadi negara maritim adalah mengembalikan budaya bahari Nusantara sebelum zaman abad XIV. Untuk mengembalikan budaya ini, pemerintah mendatang harus melakukan revolusi budaya laut melalui penerapan renang sebagai olah raga wajib. Ini bukan soal apakah Indonesia akan meninggalkan budaya agraris dengan menuju negara Maritim. Bukan itu. Ini soal budaya karena kita terdiri dari tanah dan air. Kita adalah negara maritim yang sekaligus adalah negara agraris,” ujar Didik Heru Purnomo, yang juga mantan Wakil KSAL.

Menurut Didik, jika rentang satu generasi berusia 25 – 50 tahun, budaya maritim Indonesia telah hilang 10 hingga 20 generasi. Itu artinya adalah Indonesia tidak mungkin mengembalikan budaya maritim dalam waktu 5 – 10 tahun saja atau dua periode masa pemerintahan presiden itupun jika dipilih kembali.

“Cara yang termudah untuk mengembalikan budaya bahari Indonesia adalah dengan menerapkan renang sebagai olah raga wajib di semua tahapan pendidikan. Sebagai tindak lanjut dari olah raga renang, Indonesia harus mengadakan lomba berenang bebas di laut, di sungai atau di danau,” ujarnya.

Indonesia juga harus memulai memperkenalkan pramuka (pandu) laut dengan kembali pada tradisi bahari non teknologi seperti bahasa semampor, morse atau juga panduan bintang dll. Kemudian memancing juga harus digalakkan, perbaikan lingkungan laut dll. Namun itu semua hanya bisa dilakukan ketika anak-anak sudah bisa berenang. Jika tidak bisa berenang, ungkap Didik, ya lupakan semua yang kita impikan.

Mantan Panglima Armada Barat TNI AL ini melihat, masa depan Indonesia memang berada di laut dan semua orang Indonesia harus mencintai lautnya. Ketidakpedulian atas lautnya merupakan awal dari kehancuran sebuah negara kepulauan seperti Indonesia.

“Untuk menumbuhkan cinta laut dan spirit bahari, semua tradisi-tradisi yang dikenal harus dihidupkan kembali. Pada abad kedua, pelaut dari Bugis, Dayak dan Melayu sudah sampai di Madagaskar di saat pelaut Eropa belum terdengar sejarahnya. Sehingga mengembalikan spirit bahari harus ditumbuhkan rasa cinta akan laut dengan pendekatan budaya seperti Bugis, Sumatera Selatan, Ternate, Banten, Aceh dll,” tegasnya.

Menurut Dididk, yang bersama wartawan seluruh Indonesia menyusun buku “Tahun 1511 – Lima Ratus Tahun Kemudian” terbitan Gramedia pada 2011, semua tradisi laut yang pernah ada harus dihidupkan kembali di kota-kota pelabuhan yang pernah ada. Kota-kota itu, akan menjadi garis imajiner yang akan menghubungkan Indonesia menjadi negara satu tak terbagi sehingga laut itu adalah menyatukan dan bukan memisahkan.

Selain itu, Didik menekankan, olah raga renang juga merupakan tindakan preventip bagi keselamatan anak-anak yang karena usianya menyukai air. Kematian anak-anak terkait dengan lingkungan air seperti sungai, laut, atau kolam renang dikarenakan anak tidak bisa berenang. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini