TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Banten nonaktif, Ratu Atut Chosiyah enggan berkomentar ditanyai wartawan usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/8/2014). Jaksa menuntut Atut dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp 250 juta subsidair 5 bulan kurungan.
Saat keluar dari ruang persidangan Atut didampingi menantunya Adde Rosi Khoerunnisa. Bersama sejumlah kerabat, Atut langsung menuju ruang salat di lantai 1 Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sejumlah kerabat sempat menegur awak media karena terus mengikuti langkah Ratu Atut.
"Mau salat mau salat," kata seorang kerabat yang mendampingi Atut.
Ratu Atut dianggap Jaksa KPK, terbukti bersama-sama Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama (BPP) Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan memberi duit Rp 1 miliar kepada Akil Mochtar untuk memenangkan gugatan yang diajukan pasangan calon bupati/wabup Amir-Hamzah-Kasmin terkait Pilkada Lebak tahun 2013.
Pasangan Amir Hamzah-Kasmin dalam permohonan perkara 11 September 2013 memohon agar MK membatalkan putusan KPU Kabupaten Lebak tanggal 8 September 2013 tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara pada Pilkada Lebak serta meminta agar MK memutuskan memerintahkan KPU Kabupaten Lebak untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh tempat pemungutan suara.
Atut sebelumnya melakukan pertemuan untuk membahas hasil rapat pleno KPU Lebak di Hotel Sultan pada 9 September 2013. Atut kala itu menyetujui Amir Hamzah-Kasmin mengajukan gugatan ke MK atas hasil rekapitulasi suara.
Setelah Amir-Hamzah yang didampingi advokat Susi Tur Andayani mengajukan permohonan perkara perselisihan hasil Pilkada, pada 21 September 2013, Atut bertemu Akil di Bandara Changi Singapura.
"Terdakwa meminta bantuan untuk mengawal dan membantu 3 perkara konstitusi di Pilkada Banten yaitu Serang, Tangerang dan Lebak," kata Jaksa KPK Sri Kuncoro Hadi.
Atut kemudian bertemu Akil Mochtar dan Wawan di lobi Hotel JW Marriot Singapura pada 22 September 2013.
"Terdakwa meminta agar Akil Mochtar dapat memenangkan perkara konstitusi antara lain Amir Hamzah-Kasmin supaya pilkada Lebak dapat dilakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS," kata Jaksa Sri Kuncoro.
Wawan yang diutus Atut mengurus perkara bertemu Akil Mochtar pada 25 September 2013 membicarakan pengurusan perkara Lebak. Dalam komunikasi lanjutan, Akil meminta Atut menyiapkan dana Rp 3 miliar melalui Susi Tur Andayani yang mendampingi Amir Hamzah-Kasmin berperkara di MK.
Permintaan ini disampaikan Wawan dalam percakapan telepon Atut usai mendapat informasi soal permintaan duit melalui Susi Tur. Atut menyetujui penyediaan duit Rp 1 miliar dari total Rp 3 miliar yang diminta Akil.
"Terdakwa menyetujui Tubagus Chaeri Wardana memberikan uang Rp 1 miliar ke Akil Mochtar," tegas Jaksa Leo Sukoto Manalu.
Selanjutnya Wawan di kantornya PT BPP gedung The East Jalan Lingkar Mega Kuningan, Jaksel meminta stafnya di bagian keuangan bernama Ahmad Farid Asyari mengambil uang Rp 1 miliar dari Muhammad Aawaluddin yang diambil dari kas PT BPP Serang melalui Yayah Rodiah.
Setelah itu uang Rp 1 miliar diserahkan Ahmad Farid ke Susi Tur di Apartemen Allson Jalan Senen Raya, Jakpus. Duit ini sempat dibawa Susi Tur pada tanggal 2 Oktober 2013 ke MK saat sidang pleno sengketa Pilkada Lebak.
Karena tidak bisa menemui Akil yang sedang bersidang sengketa Pilgub Jatim, Susi Tur membawa uang ke rumah orang tuanya di Jalan Tebet Barat Nomor 30, Jaksel
Namun belum sempet diserahkan kepada Akil, Susi Tur sudah lebih dulu ditangkap petugas KPK di rumah Amir Hamzah. Sedangkan tas warna biru berisi uang Rp 1 miliar disita petugas KPK dari rumah orang tuanya. Pada tanggal 3 Oktober 2013, Wawan juga ditangkap petugas KPK di rumahnya Jalan Denpasar IV, Jaksel.