TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suryadharma Ali (SDA), mengaku siap jika harus menggelar Muktamar partai pada tahun ini.
Namun, kata dia, amanat Muktamar sebelumnya menyebutkan partai boleh menggelar kembali Muktamar setahun setelah pemerintahan baru terbentuk.
Kepada wartawan di acara Halal Bihalal di kantor DPP PPP, Menteng, Jakarta Pusat, (18/8/2014), SDA menyebutkan jika ada pihak yang berharap ia segera melepaskan jabatannya dengan mengusung wacana Muktamar yang dipercepat.
Kata SDA itu hanya akan merugikan partai.
"Dananya sangat besar. Kalau ada Muktamar Luar Biasa kan cuma meneruskan masa jabatan ketua umum terpilih, sedangkan masa jabatan saya tinggal sebentar lagi," katanya.
Siang tadi sejumlah senior PPP yang menamakan dirinya sebagai Forum Peduli PPP, mendesak agar pimpinan PPP segera menggelar Muktamar.
Mereka beralasan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP yang digelar pada 23-24 April lalu, mengamanatkan Muktamar digelar sebulan setelah pemilihan presiden (pilpres).
Forum yang dipimpin oleh Muhammad Rodja itu menyebut SDA telah lalai sebagai ketua umum.
Dikonfirmasi hal itu SDA pun menyangkal. Ia kembali menyinggung hasil Muktamar sebelumnya yang mengamanatkan partai bisa menggelar Muktamar setelah 20 Oktober mendatang di mana pemerintahan baru dibentuk.
"Itu salah besar. (Mungkin dia) tidak sabar ingin segera Muktamar ingin jadi ketua umum," tandasnya.
Dalam konfrensi persnya Muhammad Rodja juga menyinggung soal evaluasi keterlibatan PPP di Koalisi Merah Putih jika Muktamar jadi digelar.
Menanggapi hal itu, SDA menegaskan bahwa sampai saat ini pihaknya belum berpikir untuk memindahkan dukungannya ke pasangan Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK).
Kalau pun pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa yang didukungnya kandas di Mahkamah Konstitusi, SDA menyatakan partai berlambang Ka'bah itu tidak takut untuk mengambil sikap oposisi.
Kata dia selama 32 tahun masa orde baru, PPP mengambil sikap beroposisi.