TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat (PD), Anas Urbaningrum mengkliam tak mengenal Group PT Anugerah Nusantara. Anas berdalih hanya mengenal PT Panahatan.
Demikian diungkapkan Anas saat pemeriksaan terdakwa kasus dugaan gratifikasi terkait proyek Hambalang dan atau proyek-proyek lain serta pencucian uang, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/9/2014) malam.
Menurut Anas, perusahaan itu bergerak dalam usaha perkebunan kelapa sawit yang berpusat di Riau.
"Saya tidak tahu yang namanya Anugerah Group, yang saya tahu PT Panahatan. Itu perusahaan yang bergerak di bidan kebun sawit waktu itu," kata Anas.
Melalui PT Panahatan, Anas mengaku pernah membangun bisnis bersama mantan Bendahara Umum Partai Demokrat (PD), Muhammad Nazaruddin. Meski demikian, Anas mengaku telah ke luar dari PT Panahatan sebelum dia dilantik sebagai anggota DPR 2009-2014 atau 2009.
Dalam keterangannya, Anas mengaku tidak tahu soal perusahaan PT Anugerah Nusantara yang berkantor di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Hal itu diungkapkan Anas setelah sebelumnya disinggung jaksa KPK mengenai perusahaan yang disebut-sebut merupakan cikal bakal Grup Permai itu.
Pun demikian, Anas mengaku pernah datang ke kantor Anugerah Nusantara di Tebet. Anas mengklaim dirinya bersama Nazaruddin, dan sejumlah kader Partai Demokrat lainnya menggelar pertemuan di kantor PT Anugerah di Tebet sekitar 2008 untuk membahas persiapan pencalonan mereka sebagai anggota legislatif.
"Kader Demokrat yang biasa membahas di kantor Nazaruddin adalah saya, Saan, Pasha, dan beberapa kader lain yang berkumpul membahas pencalegan, bagaimana memilih daerah pemilihan yang tepat karen itu penting, bagaimana cara komunikasi politik, kampanye, alat peraga, dan seterusnya," kata Anas.
Alasan kantor Anugerah dijadikan tempat pertemuan membahas persiapan pemilu legislatif itu lantas ditelisik Jaksa Yudi Kristiana. Diketakan Anas, kantor PT Anugerah dipilih sebagai lokasi pertemuan karena mudah dijangkau, dan nyaman.
Terlebih, sambung Anas, Nazaruddin saat itu juga mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Anas kemudian menunjukkan buku yang dianggapnya sebagai dokumentasi hasil pertemuan pembahasan strategi pencalonan legislatif itu.
"Nazaruddin katanya dapat amanah dari ibunya untuk belajar politik kepada saya, sama dengan teman-teman yang lain yang mau belajar jadi caleg, itu persiapannya di situ," kata Anas.
Belakangan, Anas tak memungkiri pernah memiliki saham di perusahaan itu meski di awal persidangan mengatakan tak tahu soal PT Anugerah Nusantara. Anas mengaku jika dirinya pernah memiliki 30 saham perusahaan itu. Kendati demikian, Anas mengklaim telah membatalkan proses jual beli saham itu.
Anas mengakui hal itu setelah tim jaksa KPK menunjukkan bukti jual beli saham antara Anas dengan Nazaruddin.
"Setelah proses itu, saya menyadari ada sesuatu yang kurang wajar karena itu ada kesepakatan agar jual beli saham tersebut dibatalkan," ujarnya.
Dalam dakwaan, Anas disebut menerima hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain. Anas disebut telah mengeluarkan dana senilai Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dollar Amerika Serikat untuk keperluan pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Disebut dalam dakwaan, uang tersebut berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), proyek di perguruan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), dan proyek lain yang dibiayai APBN yang didapat dari Permai Group.
Tak hanya itu, Anas juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang sekitar Rp 23,8 miliar. Pencucian uang itu dalam kapasitasnya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2009-2014.