Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) belum melihat ada tindakan nyata dari internal Polri terhadap penangkapan dua anggotanya di Malaysia. Padahal, kata Ketua Presidium ICW Neta S Pane, terjadinya kasus penangkapan yang memalukan Bangsa Indonesia itu tidak terlepas dari kecerobohan Polri, khususnya Polda Kalbar.
"IPW mencatat, setidaknya ada tiga kecerobohan Polri dalam kasus tertangkapnya dua anggota Polda Kalbar, AKBP Idha Endri Prastiono dan Bripka MH Harahap, oleh Kepolisian Malaysia," kata Neta dalam keterangannya, Minggu (7/9/2014).
Pertama, Neta mempertanyakan mengapa kedua polisi itu bisa lolos pergi keluar negeri tanpa ijin atasan. Padahal, pada 12 April 2010, saat Komjen Susno Duaji hendak pergi berobat ke Singapura berhasil ditangkap Propam Polri di Bandara Soetta, dengan alasan tidak ada ijin atasan. "Lolosnya kedua polisi itu ke Malaysia membuktikan intelijen Polri, khususnya intelijen Polda Kalbar tidak bekerja. Padahal biasanya di setiap bandara ada intel kepolisian yg mendeteksi semua kegiatan di bandara," ujar Neta.
Kedua, lanjutnya, kasus AKBP Idha membuktikan buruknya sistem mutasi Polri dan cerobohnya Deputi SDM Polri.
Neta menjelaskan AKBP Idha yang sudah bermasalah di Polda Sumut bukannya dipecat atau ditindak, malah dimutasi ke Polda Kalbar dan mendapat jabatan strategis, yakni sebagai Kasubdit III di Dirnarkoba.
"Disini AKBP Idha kembali membuat masalah. Ia dituduh menggelapkan barang bukti narkoba dan istrinya disebut-sebut kehilangan perhiasan senilai Rp 19 miliar di pesawat. Ironisnya, tidak ada penyidikan serius dari Polri mengenai asal usul perhiasan itu hingga akhirnya AKBP Idha ditangkap polisi Malaysia," jelasnya.
Ketiga, tutur Neta, kasus penangkapan dua polisi itu membuktikan betapa lemahnya pengawasan internal kepolisian dan atasan tidak peduli dengan tingkah laku bawahan.
Akibatnya, jaringan narkoba internasional dengan mudah memperalat dan menjadikan anggota Polri sebagai budaknya. "Dengan adanya kasus ini Polri harus segera mengevaluasi kinerja intelijen dan Deputi SDM. Intelijen harus bisa memantau dan mendeteksi tingkah laku aparat Polri yang bermasalah," katnya.
Sementara Deputi SDM tidak lagi ceroboh memberi jabatan pada polisi-polisi bermasalah. Tak kalah penting, kata Neta, sudah saatnya Polri menelusuri, sejauh mana jajarannya diperalat dan diperbudak bandar narkoba, khususnya jaringan internasional. "Sebab kasus dua polisi itu hanyalah puncak gunung es yang bukan mustahil di bawahnya, yang tidak terungkap cukup banyak polisi yang diduga terlibat," imbuhnya.