TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tetap menegaskan memilih opsi pilkada dipilih secara langsung. Wakil Sekretaris Jenderal PKB Abdul Malik Haramain membantah anggapan Pilkada langsung lebih boros dan potensi konflik lebih besar.
Malik mengatakan solusi dari anggaran besar dengan mengadakan pilkada serentak. "Kalau pilkada serentak satu provinisi dapat irit hingga 30 persen," kata Malik dalam Diskusi Fraksi PKB di MPR dan Garda Bangsa di Hotel Acacia, Jakarta, Minggu (14/9/2014).
Ia mengatakan pengeluaran besar dalam pilkada langsung terletak pada biaya honor penyelenggara pemilu. Selain itu PKB juga mengusulkan pilkada digelar satu putaran.
"Bagaimana legitimasinya, ya treshold dinaikkan kalau 15 persen bisa 5-6 pasangan belum termasuk independen. Kalau treshold dinaikkan 20 persen hanya tiga pasang, independen juga dinaikkan tresholdnya," kata Malik.
Anggota Komisi II DPR itu juga mengusulkan pembatasan dana kampanye. Diusulkan dana kampanye walikota sebesar Rp500juta. Kemudian kampanye difasilitasi penyelenggara pemilu bukan calon kepala daerah.
"Kalau dipilih DPRD ngeri. Di draft lewat DPRD, menafikan peran KPU, engga ada peran KPU, karena ketua DPRD membentuk panitia seleksi. Tidak ada peran Bawaslu, DPRD jadi tertutup," ungkapnya.
Mengenai politik uang, Malik mengatakan pemilihan lewat DPRD tidak menjadi jaminan sistem itu akan hilang. Malik mengatakan sistem money politik di masyarakat tidak menjamin calon kepala daerah menang. Masyarakat dapat saja menerima uang tetapi tidak memilih calon kepala daerah itu.
"Kalau DPRD ketahuan yang memilih. Tanpa mengurangi rasa hormat, mudharatnya lebih besar dipilih DPRD," kata Malik.