News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ketua DPP PKB Ini Akui "Penghubung" Proyek di Kementerian PDT

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MENTERI DI PRIKSA KPK - Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmy Faishal Zaini meninggalkan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta Selatan, Rabu (16/7). Helmy diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan penerimaan hadiah terkait proyek pembangunan tanggul laut di Biak Numfor dengan terdakwa Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk dan pengusaha Teddy Renyut. Warta Kota/henry lopulalan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muamir Muin Syam mengakui pernah menjadi 'penghubung' Direktur PT Papua Indah Perkasa, Teddi Renyut dengan orang dalam Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) terkait proyek. Muamir sendiri disebut-sebut kerabat menteri PDT sekaligus kader PKB, Helmy Faishal Zaini.

Hal itu disampaikan Muamir saat bersaksi dalam sidang lanjutan terdakwa Teddi Renyut di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (15/9/2014).

Muamir kemudian berkomunikasi dengan Aditya Akbar Siregar yang saat itu menjabat asisten tenaga ahli Kementerian PDT.

"(Teddi) menyampaikan urusan yang ada di PDT karena Pak Teddi pernah merasa punya urusan nggak jalan. Saya bilang, saya ngga bisa urusin begitu, lalu kita kenalkan dengan Mas Aditya Akbar," kata Muamir. Menurut Muamir, Teddi tertarik menggarap proyek lampu jalan setelah dipertemukan dengan Aditya.

"Jadi Pak Teddi berminat (di pos anggaran untuk proyek) itu. Disampaikan hasil pertemuan Pak Teddi dan Adit, salah satu program lampu jalan," ujarnya.

Soal proses pengurusan anggaran dalam APBNP 2014 terkait proyek yang diinginkan Teddi, Muamir mengklaim tak mengetahuinya. Muamir justru menyebut jika Aditya yang 'bergerilya' mencari cara agar anggaran proyek lampu jalan bisa masuk ke APBNP 2014.

Dalam kesaksiannya, Muamir mengakui pernah menerima uang dari Teddi Renyut. Namun, Muamir mengklaim bahwa uang itu merupakan pinjaman untuk sewa rumah.

"Rp 250 juta itu dalam bentuk pinjaman sewa rumah," kata Muamir.

Hal itu dikatakan Muamir setelah ditanya mengenai pemberian uang dari Teddi. Awalnya, Muamir berbelit saat dikonfirmasi ihwal demikian. Malah, Muamir justru menjelaskan soal pinjaman Rp 200 juta dari Aditya untuk sewa rumah.

"Mas Adit tahu saya butuh uang untuk kontrak rumah, akhirnya mas Adit meminjami saya uang Rp 200 juta dan sudah saya kembalikan," kata Muamir.

Muamir kembali berbelit saat pertanyaan soal uang dari Teddi diulang jaksa untuk kedua kalinya. Alhasil, Muamir sempat ditegur majelis hakim.

"Saksi, penuntut umum menanyakan pernah atau tidak? jangan muter-muter," kata Ketua Majelis Hakim Artha Theresia. Muamir mengakui penerimaan uang itu. "Pernah," tegasnya.

Namun, Muamir tak punya bukti kuitansi catatan, meski mengklaim uang Rp 250 juta dari Teddi sebagai pinjaman. Pun demikian, Muamir mengklaim sudah melunasi pinjaman tersebut dengan cara membayarkan melalui Aditya.

"Nggak ada karena kepercayaan saja," imbuhnya.

Sementara itu, Aditya tak menampik jika dirinya membantu Teddi. Aditya berhubungan dengan Anjas Asmara yang mengaku sebagai staf anggota DPR untuk memuluskan permintaan itu.

"Mengajukan jalan dan lampu, yang diminta tolong ke saya hanya masalah jalan. Saya lobi hanya di DPR, di Anjas," kata Aditya yang juga bersaksi dalam persidangan.

Menurut Aditya, Anjas pernah menjanjikan bisa mengurus item anggaran di APBNP. Untuk jasa tersebut, kata Aditya, Anjas meminta duit ijon 7 persen dari nilai proyek yang dianggarkan.

"Dia menjanjikan APBNP," ujarnya.

Terkait duit yang harus disiapkan untuk memuluskan hal itu, Aditya lantas berhubungan dengan Teddi Renyut. Aditya mengaku menerima uang sebesar Rp 6 miliar untuk keperluan tersebut.

"Rp 6 miliar yang saya terima (dari Teddi Renyut), saya kasih ke Anjas DPR," ujarnya.

Apesnya, anggaran untuk proyek yang diinginkan Teddi tidak masuk dalam APBNP. Aditya kemudian menagih balik uang tersebut.

"Setelah tidak ada APBNP, saya lost contact dengan Anjas. Saya bilang saya ditipu karena perjanjian awal APBNP, setelah itu saya dibantu, istri Teddi untuk menagih," ujar Aditya.

Sebelumnya, saat bersaksi untuk terdakwa Yesaya Sombuk, Teddi mengaku pernah memberikan uang Rp 6 miliar kepada seseorang bernama Adit. Menurut Teddy, Adit merupakan calo di Kementerian PDT. Adit, kata Teddy, merupakan anak buah kerabat menteri PDT bernama Muamir.

Teddy juga menyerahkan uang kepada Muamir sebesar Rp 250 juta, Bupati Biak Rp 950 juta, dan kepada Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Biak, Numfor Yunus Saflembolo sebesar Rp 65 juta.

"Saya sudah bertemu langsung dengan Pak Muamir, dan Beliau menyerahkan urusan penyetoran uang lewat Adit," ujarnya.

Teddy tak memungkiri bahwa pemberian uang itu memang tidak dibenarkan. Namun, kembali dikemukakan Teddy, pemberian itu agar dirinya dapat memperoleh proyek di Kementeri tersebut.

"Tapi pengalaman saya selama beberapa tahun, kenapa saya bisa ngurus proyek sampai di kementerian, karena pengalaman dari papua proposal kami selalu ditolak kalau enggak ada pakai duit," kata Teddi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini