TRIBUNJATIM.COM,JAKARTA - Sejumlah kebohongan yang disampaikan oleh P, ibu MAK (6th) siswa TK di Jakarta International School (JIS) yang diduga menjadi korban kekerasan seksual oleh lima petugas kebersihan sekolah terus terungkap.
Dalam sidang lanjutan terhadap 5 terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang digelar hari ini, saksi yang dihadirkan oleh jaksa mengungkapkan sejumlah kebohongan dalam berbagai keterangan yang telah disampaikan ibu korban MAK.
Pengacara Virgiawan Amin dan Agun Iskandar, Patra M. Zen mengungkapkan, saksi yang dihadirkan hari ini adalah dokter NP, dokter spesialis anak yang memeriksa MAK di klinik SOS Medika pada tanggal 22 Maret 2014.
Klinik inilah yang pertama melakukan pemeriksaan terhadap korban MAK sebelum ibu korban melaporkan ke Polda Metro Jaya.
Dalam keterangannya, lanjut Patra, saksi mengatakan tidak pernah mengatakan kepada ibu Pipit bahwa anaknya terkena penyakit seksual menular.
Hal ini berbeda dengan keterangan ibu korban pada sidang 24 September lalu yang mengatakan bahwa informasi dari klinik SOS Medika anaknya terkena penyakit seksual menular.
"Saksi mengaku tidak pernah memberi informasi kepada ibu korban, melainkan kepada ayah korban. Dalam penjelasan kepada ayah korban, saksi tegas menyatakan hasil uji laboratorium tidak pernah ada penyakit seksual menular. Disinilah kebohongan ibu korban semakin terbukti dan jelas," tegas Patra usai sidang kasus ini di PN Selatan, Senin (29/9) melalui rilis yang dikirim ke Tribunnews.
Patra menambahkan, terkait menyakit herpes yang diderita MAK, saksi juga menegaskan bahwa antibodi sakit cacar air itu positif karena sangat mungkin si anak terkena cacar air (herpes).
Bahkan terkait keterangan sakit tersebut sangat mungkin terjadi kesalahan diagnosa. Penularan penyakit herpes itu bisa terjadi akibat air ataupun kondisi lingkungan, bukan karena tindakan seksual.
Mencermati banyaknya kebohongan yang telah dilakukan ibu korban sebagai pihak pelapor kasus ini, Patra makin yakin bahwa kasus kekerasan seksual yang telah membuat nyawa satu pekerja kebersihan di JIS ini sesungguhnya tidak pernah terjadi.
"Seharusnya dari hasil pemeriksaan klinik SOS Medika tanggal 22 Maret itu kasus ini langsung berhenti. Tapi kami yakin pada akhirnya keadilan akan terbukti," tandasnya.
Sebelumnya dalam persidangan tanggal 24 Maret lalu sejumlah keterangan ibu korban yang dihadirkan sebagai saksi juga ditemukan banyak kejanggalan.
Menurut Patra ada dua fakta yang disampaikan oleh ibu korban di persidangan dan juga tertulis dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) para terdakwa, yang tidak sesuai dengan kondisi MAK yang sebenarnya.
Pertama, setelah mengalami kekerasan seksual oleh Azwar, Syahrial dan Zainal pada tanggal 17 Maret 2014 pukul 10.00, ibu korban mengatakan bahwa anaknya mengalami trauma berat pada tanggal 18-20 Maret 2014.
Namun, berdasarkan foto di JIS tertanggal 20 Maret 2014 pukul 11.37 WIB, yang diajukan pengacara terdakwa kepada majelis hakim pada sidang 24 September lalu, memperlihatkan kondisi MAK tampak ceria sedang bermain prosotan dengan teman kelasnya.
Menurut Patra jika memang kekerasan seksual terjadi, sangat tidak mungkin tiga hari setelah kejadian, korban MAK mampu bermain prosotan dengan wajah ceria.
Apalagi unsur traumatik seperti yang disampaikan ibu korban selama 18-20 Maret sama sekali tidak terlihat dalam dokumen foto tersebut.
Kejanggalan kedua, pada tanggal 21 Maret 2014 pukul 10.00 WIB disebutkan bahwa korban MAK kembali mengalami kekerasan seksual oleh empat orang yaitu Azwar, Zainal Abidin, Virgiawan dan Syahrial.
Akan tetapi, dari keterangan foto di JIS tertanggal 21 Maret pukul 11.37 WIB yang diperlihatkan pengacara terdakwa kepada majelis hakim menunjukkan MAK sedang bermain didalam kelas dengan rona wajah gembira.
"Sangat tidak masuk akal seorang anak 6 tahun yang mengalami kekerasan seksual oleh 4 orang masih bisa tersenyum ceria hanya 1 jam setelah kejadian. Kebenaran dari foto-foto yang kami sampaikan kepada majelis hakim dapat diverifikasi dan diuji forensik," tegas Patra.