News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisruh PPP

Dimyati: Dulu Bersaudara, Sekarang Saling 'Bunuh' Hanya karena Jabatan

Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua MPR yang juga Ketua DPP PPP Dimyati Natskusumah

TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Dimyati Natakusumah mengaku sangat sedih dengan konflik internal yang kini terjadi di tubuh partainya tersebut.

"Kami sedih melihat yang terjadi di PPP seperti ini. Yang tadinya teman, anak, lalu saudara, kok sekarang justru saling bunuh dan saling pecat, hanya karena jabatan. Apa sih artinya jabatan? Mana harkat dan martabat kita?," kata Achmad Dimyati Natakusumah, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), kepada wartawan, tentang tanggapannya atas konflik internal di tubuh partainya saat ini, Senin (13/10/2014).

Menurutnya, hal ini, membuat para tokoh PPP termasuk dirinya, tengah berupaya untuk mempersatukan kembali dua kubu di PPP yang kini saling bertentangan cukup tajam.

"Kami akan terus upayakan agar bersatu kembali," katanya.

Menurut Dimyati, saling pecat dan saling memberhentikan, kurang arif jika melihat bahwa semuanya sebenarnya adalah kader PPP.

Mengenai posisi Suryadharma Ali (SDA) sebagai Ketua Umum PPP, kata Dimyati, sesungguhnya SDA tidak bisa diberhentikan begitu saja, oleh siapapun, sekalipun SDA telah ditetapkan menjadi tersangka kasus suap atau korupsi.

Sebab katanya, berdasarkan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) PPP, seorang Ketua Umum bisa diberhentikan apabila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau yang bersangkutan terkena sanksi pidana dengan putusan inkracht atau putusan tetap.

"Dari situ, tak ada satupun yang membuat SDA bisa diberhentikan. Sebab beliau baru jadi tersangka dan belum tentu menjadi terdakwa, apalagi terpidana," katanya.

Mengenai Muktamar PPP yang diercepat oleh kubu Emron, Dimyati menjelaskan bahwa berdasarkan AD ART Partai, Muktamar PPP hanya bisa dilakukan setelah terbentuknya pemerintahan baru.

"Paling lambat Muktamar dilakukan setahun setelah pemerintahan baru terbentuk," tambahnya.

Karenanya, kata Dimyati, hal ini seharusnya dipahami semua pihak, baik pengurus dan internal partai dan masyarakat simpatisan PPP, agar melihat semuanya berdasarkan AD/ART partai.(bum)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini