TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pengembangan Air Minum Ditjen Cipta Karya Kementerian PU M Natsir mengungkapkan, kekeringan yang menyebabkan kekurangan air bersih atau air minum memang terdapat di daerah yang belum memiliki jaringan air minum.
Hal tersebut terlihat bahwa sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan laporan dari PDAM-PDAM di daerah.
"Kekeringan yang disebabkan kurangnya curah hujan di bawah normal dalam satu musim dan menurunnya muka air tanah dan surutnya beberapa sumber air baku yang memadai memicu keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan air bersih,”ujar Natsir, Jumat (24/10/2014).
Natsir mencatat beberapa Kabupaten/Kota yang mengalami kekeringan di tahun 2014 ini diantaranya di Provinsi Banten di beberapa desa di 5 Kabupaten/Kota, Provinsi Jawa Tengah di 19 Kabupaten, Provinsi Jawa Barat di 9 Kabupaten, Provinsi Jawa Timur di 26 Kabupaten, Provinsi D.I. Yogyakarta di 4 Kabupaten dan Provinsi Nusa Tenggara Timur di 22 Kabupaten/Kota.
Natsir mengatakan pola penanganan kekeringan terbagi menjadi dua, yaitu darrat dan permanen struktural. Untuk penanganan darurat adalah dengan penyaluran Mobil Tangki Air (MTA) dan Hidran Umum (HU) selain itu juga dengan IPA/RO Mobile.
Sedangkan penanganan permanen struktural untuk daerah yang masih memiliki sumber air adalah dengan membangun SPAM kawasan rawan air dan SPAM regional. Untuk daerah yang tidak memiliki sumber air adalah dengan membangun embung ataupun sistem penyulingan air laut.
“Saat ini Kementerian PU telah melakukan upaya penanganan tanggap darurat kekeringan dengan menempatkan sebaran barang atau peralatan di setiap provinsi, yang sewaktu-waktu dapat dimobilisasi ke lokasi kekeringan apabila diperlukan,”tutur Natsir.
Barang dan peralatan tersebut diantaranya di DKI Jakarta (25 MTA dan 1.237 HU), Banten (13 MTA dan 82 HU), Jawa Barat (64 MTA dan 298 HU), Jawa Tengah (79 MTA dan 344 HU), DIY (12 MTA dan 266 HU), Jawa Timur (43 MTA dan 450 HU) dan NTT (5 MTA dan 36 HU), total tersebar 202 MTA dan 2.713 HU.