MK Gagalkan Para Bupati Nikmati Pengelolaan Hutan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) yang meminta izin pengelolaan hutan diserahkan ke kepala daerah tingkat kabupaten bukan pemerintah pusat.
APKASI mengajukan uji materi Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan nomor 70/PUU-XII/2014 di ruang sidang pleno MK, Kamis (6/11/2014). Putusan lain yang ditolah adalah perkara No 71/PUU-XII/2014 terkait pengujian UU Pemda dan Penataan Ruang.
Hakim anggota M Alim menerangkan, kewenangan dan kepentingan daerah seharusnya diajukan pemerintah daerah sendiri seperti bupati dan Ketua DPRD. Bukan organisasi seperti APKASI, meski diwakili Bupati Kutai Timur Isran Noor.
"Karena pemohon tidak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan a quo, maka pokok permohonan tidak dipertimbangkan," terang Hakim Alim.
Pada perkara, APKASI menyoalkan tiga undang-undang. Rinciannya adalah Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 ayat (3), (4), Pasal 8 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), (2), Pasal 38 ayat (2), (5), Pasal 50 ayat (3) huruf g, Pasal 66 ayat (1), (2), (3) UU Kehutanan; Pasal 189 UU Pemda, dan Pasal 1 angka 34, Pasal 18 UU Penataan Ruang.
Pasal-pasal tersebut berisi proses perizinan dan pemanfaatan kawasan hutan tertentu, serta tata ruang daerah yang harus mendapat persetujuan menteri terkait. Jika demikian, APKASI memandang pemerintah pusat dapat memonopoli kewenangan pemda.
Menurut APKASI, di tengah keragaman Indonesia begitu besar, pemerintah pusat dianggap pemohon tidak mungkin menyelenggarakan kekuasaan negaranya secara sentralistis. Sehingga pasal-pasal itu bertentangan dengan Pasal 18A ayat (2) UUD 1945.