TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana penghapusan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) mencuat ke publik. Ketua DPP PAN Saleh Daulay menilai wacana tersebut perlu ditelusuri motifnya.
"Kalau ada yang ingin menghapuskan identitas agama dalam KTP, perlu ditelusuri motif dari pernyataan tersebut. Jangan-jangan hanya karena ingin tampil beda dan cari perhatian saja," kata Saleh ketika dikonfirmasi, Jumat (7/11/2014).
Menurut Saleh, diperbolehkannya warga negara mengosongkan identitas agama saat mengisi formulir pengurusan identitas kependudukan tidak tepat.
Pernyataan itu dinilai tidak memiliki dasar hukum. Bahkan, bila hal itu diterapkan akan bertentangan dengan semangat sila pertama Pancasila dan pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945.
Sila pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa dijabarkan dalam pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945.
Ayat (1) pasal tersebut berbunyi, "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa". Sedangkan ayat (2) berbunyi, "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing serta beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu".
Sila pertama Pancasila dan pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 secara eksplisit menyatakan bahwa setiap warga negara diwajibkan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Nah, salah satu bukti bahwa seseorang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah melalui agamanya. Karena itu, menghilangkan kolom agama dalam identitas kependudukan sama saja memperbolehkan warga negara untuk tidak percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa," kata Saleh.
Ia mengakui Indonesia memang bukan negara agama. Namun pengakuan terhadap eksistensi agama dijamin oleh negara.
"Kalau identitas agama dihapus, lalu bagaimana negara bisa memberikan perlindungan kepada warga negara untuk beribadah dan menjalankan agama dan keyakinannya?" ujar Saleh.
Saleh khawatir penghapusan identitas agama dalam kartu tanda penduduk (KTP) akan berdampak pada upaya liberalisasi dalam semua sektor kehidupan. Itu artinya, ujar Saleh, mereka yang tidak beragama akan dengan mudah mengembangkan ajaran-ajarannya.
"Tidak tertutup kemungkinan, suatu hari nanti Indonesia tidak lagi mempedulikan aspek religiusitas dan spiritualitas warga negara," ujar Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah itu.
Kalau itu terjadi Indonesia tidak akan ada perbedaan dengan negara-negara lain. "Apa Indonesia harus mengikuti semua apa yang datang dari Barat?" katanya.
Perlu dicatat, ujar Saleh, bahwa penghapusan identitas agama sama saja mencederai kesepakatan para founding fathers yang merumuskan dasar negara. Padahal, perdebatan tentang hal itu masih dengan mudah dibaca dalam sejarah perumusan dasar negara.
"Jangan sampai hanya karena pemikiran dan pendapat seseorang, lalu sebagian sejarah perjalanan bangsa ini dihapuskan begitu saja," kata Saleh.