Laporan Wartawan Tribunnews.com, Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dualisme. Kata ini cukup menggambarkan kekuatan kader Golkar menjelang pelaksanaan Musyawarah Nasional IX Golkar mendatang. Tak adanya kesepakatan pelaksanaan munas membuat dua kader berseberangan bentrok di markas mereka kemarin.
Kubu Aburizal Bakrie mengklaim sudah menetapkan munas mendatang di Bali berlangsung 30 November sampai 3 Desember 2014. Mereka berdalih keputusan itu diambil berdasarkan hasil Rapat Pimpinan Nasional Golkar pimpinan Aburizal di Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Sebagian besar kader kecewa dengan hasil rapat pleno di DPP Golkar, Selasa (25/11/2014). Aburizal mewakilkan pimpinan rapat kepada Wakil Ketua Umum Theo L Sambuaga yang langsung mengumumkan pelaksanaan Munas IX Golkar tetap di Bali sesuai hasil rapimnas.
Pascarapat pleno itu, Angkatan Muda Partai Golkar pimpinan Yorrys Raweyai menolak. Penolakannya mendapat balasan dari kubu lain yang sama-sama mengatasnamakan AMPG. Kedua kubu baku hantam, sejumlah dari mereka mengalami luka-luka.
"Partai beringin betul-betul diuji lewat munas. Dua kubu yang berkompetisi menjadi ujian Golkar, apakah mampu melahirkan elite baru yang kuat atau bernasib sama seperti PPP," ujar pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago kepada Tribunnews.com, Rabu (26/11/2014).
Belakangan, kubu yang berseberangan dengan Aburizal cs memilih membentuk Presidium Penyelamat Partai Golkar yang diketuai Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono. Anggota presidium adalah sejumlah calon ketua umum dalam munas mendatang.
Pangi melihat masa depan Golkar masih bagus dengan sejumlah catatan. Pertama elite Golkar harus meluruskan saf dan merapatkan barisannya. Kondisi internal Golkar saat ini dalam kondisi siaga, yang sedang digembosi oleh pihak ketiga dari dalam.
"Bentrok di DPP sangat disayangkan dan mestinya tak boleh terjadi. Konflik dengan kontak fisik bukan tradisi politik yang diturunkan atau diwariskan Golkar kepada kader dan anak negeri," imbuh Pangi yang juga dosen politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dari eksternal, sambung Pangi, juga turut mempengaruhi psikologis Partai Golkar. Belum lama ini Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhie Purdjiatno meminta Kapolri tak mengizinkan munas Golkar di Bali.
"Terlambat saja menjalankan demokrasi konsensus, Golkar bisa panik dan konflik internal bakal berkepanjangan. Ini bisa menguras banyak energi. Bukan tak mungkin Golkar tenggelam dalam konflik yang berakhir kembali kalah pada pertarungan Pileg 2019," imbuhnya.