TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Presiden Joko Widodo menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan nantinya ingin mencabut subsidi BBM merupakan pengkhianatan dan pelanggaran terhadap Pembukaan UUD 45 yang memerintahkan negara agar melindungi seluruh rakyat Indonesia.
Penilaian tersebut disampaikan pemimpin Pondok pesantren Al Islah, Bondowoso, KH Ma’shum, Kamis (4/12/2014), menanggapi makin maraknya aksi unjukrasa yang menolak kenaikan harga BBM.
Menurut KH Ma’shum, Pemerintah lebih taat mengikuti petunjuk asing. Pemerintah menari di atas gendang Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB) dengan tetap melaksanakan Pasal 28 Undang-undang No 22/2001 yang telah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi karena pasal itu tunduk pada mekanisme pasar yang berisikan persaingan usaha yang bertentangan dengan konstitusi.
“Pemerintahan negara Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Adalah tugas pemerintah negara untuk menyediakan BBM agar bisa mencapai tujuan bernegara di atas,” ujar KH Ma’shum yang juga pendiri Komite Kedaulatan Rakyat (KKR) dan aktif menyuarakan tuntutan pemerintah pembatalan kenaikan BBM karena harga BBM di dunia terus turun.
Komite Kedaulatan Rakyat (KKR) sendiri pada Selasa lalu (2/12) telah menggelar keterangan pers, menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Tuntutan dibacakan oleh mantan anggota DPD yang juga pengusaha nasional Poppy Dharsono.
Sementara itu mantan KSAL Laksamana (purn) Slamet Soebijanto yang juga pendiri dan aktivis KKR mengatakan, KKR menuntut semua pihak baik di dalam maupun di luar pemerintahan sudah seharusnya menggalang dukungan solidaritas pada mahasiswa, buruh dan kaum miskin kota yang sedang memperjuangkan pembatalan pencabutan subsidi dan kenaikan harga BBM.
“Perkembangan situasi dan kondisi telah nyata-nyata mendorong dan memberikan peluang terhadap perpecahan kehidupan berbangsa dan bernegara, karena negara membiarkan rakyat makin menderita, semntar kelompok masyarakat lain hidup berkecukupan,”ujar Slamet Soebijanto
Sedangkan aktivis KKR lainnya, yang juga pengusaha nasional Faris Aidid Almitra yang mengutip pernyataan Mensos Khofifah Indar Parawansa (20/11) mengatakan, terdapat 6 juta rakyat miskin baru di Indonesia setelah Presiden Joko Widodo memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi sebesar Rp 2.000. Jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 40 persen atau sekitar 96 juta jiwa dari total penduduk 240 juta jiwa jika mengacu pada standar kemiskinan dengan pengeluaran US$ 1,5 per kapita per hari.
Menuurt Farid, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) melaporkan, kenaikan harga BBM sebesar 30% telah menurunkan daya beli masyarakat sebesar 20%. Para pengusaha pun merasakan adanya pembengkakan biaya produksi.