News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pejabat Kejagung Saling Tuding SP3 Kasus Bukopin

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petinggi Kejaksaan Agung saling tuding pihak yang bertanggung jawab menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara dugaan korupsi pengadaan alat pengering gabah atau drying centre di Bank Bukopin, yang diduga merugikan negara Rp 76 miliar.

Direktur Penyidikan Pidsus, Suyadi, mengatakan SP3 dikeluarkan oleh Khairul Amir selaku Pelaksana tugas (Plt) Direktur Penyidikan Pidsus yang menggantikan sementara Safruddin, pada sekitar Mei 2014.

Saat ini, Khairul Amir menjabat sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Barat. "Betul lah itu (SP3 kasus Bank Bukopin)," kata Suyadi di Kejagung, Jakarta, Jumat (12/12/2014).

R Widyopramono dilantik menjadi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung sejak 21 November 2013. Namun, ia membantah penerbitan SP3 itu terjadi pada saat kepemimpinannya sebagai JAM Pidsus.

Seingat Widyo, Direktur Penyidikan Pidsus, Safruddin, yang menandatangani SP3 kasus itu.

Meski tak mengakui, Widyo menegaskan pihaknya tidak pernah takut untuk menerbitkan SP3 jika tidak cukup bukti perkara untuk dilanjutkan.

JAM Pidsus pendahulu Widyo yang kini menjadi Wakil Jaksa Agung, Andhi Nirwanto pun membantah. "Saya selama Jampidsus tidak pernah melakukan SP3. Coba cek lagi ke JAM Pidsus," ujar Andhi.

Sabtu (13/12/2014), Tribunnews.com mencoba menghubungi dan mengirimkan pesan singkat kepada Jaksa Agung HM Prasetyo untuk mengkonfirmasi penerbitan SP3 kasus Bank Bukopin dan adanya saling tuding para anak buahnya ini. Namun, sejauh ini belum didapatkan respon darinya. Belum diketahui pula apakah Prasetyo dan jajarannya akan membuka dan melanjutkan lagi penyidikan kasus yang sudah mangkrak enam tahun itu.

Kasus ini bermula ketika Direksi PT Bank Bukopin memberikan fasilitas kredit kepada PT Agung Pratama Lestari sebesar Rp 69,8 miliar pada 2004. Kredit itu dikucurkan untuk membiayai pembangunan alat pengering gabah 'drying center' pada Bulog Divre Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan, sebanyak 45 unit.

Namun, fasilitas kredit tidak digunakan sebagaimana mestinya, seperti pada pengadaan spesifikasi merek dan jenis mesin. Akibat pemberian kredit itu, terjadi kredit macet di Bank Bukopin ditambah bunga sebesar Rp 76,24 miliar.

Pada 2008, kasus ini naik ke penyidikan Kejagung dengan menetapkan 11 tersangka. Tersangka didominasi karyawan Bank Bukopin dan seorang dari pihak dari PT Agung Pratama Lestari, Gunawan Ng.

Sementara, Sofyan Basyir selaku Dirut Bank Bukopin ketika itu dan Glen Genardi selaku Dirut Bank Bukopin yang mengeksekusi pencairan kredit, tidak ditetapkan sebagai tersangka.

Kabar penghentian perkara Bank Bukopin ini sudah terdengar sejak 2012. Saat itu, pihak Kejagung menyampaikan kesulitan dalam mendapatkan audit penghitungan kerugian uang negara dalam kasus tersebut dari BPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dalihnya audit sulit dilakukan karena saham pemerintah di Bank Bukopin di bawah 50 persen.‬ ‪Padahal, ada yurisprudensi perkara PT Elnusa yang terbukti di pengadilan meski saham pemerintah di perusahaan itu bawah 50 persen.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini