TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pekerja kebersihan PT ISS memohon kepada majelis hakim untuk membebaskan mereka dari segala dakwaan terkait dugaan kasus kekerasan seksual di Jakarta Intercultural School (JIS). Pasalnya dakwaan tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan.
"Karena itu para pekerja kebersihan PT ISS ini harus dilepaskan dari segala tuntutan dan dibebaskan dari tahanan. Semua tuduhan jaksa tidak didasari alat bukti yang kuat sebagai unsur terjadinya tindak pidana," tegas Patra M Zen, kuasa hukum kepada wartawan usai membacakan pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/12/2014).
Patra menjelaskan, selama persidangan saksi-saksi dan alat bukti yang disampaikan tidak mampu membuktikan terjadinya dugaan kejahatan yang dituduhkan tersebut. Pertama, tidak ditemukannya alat bukti seperti pelumas maupun kondom. Kedua, tidak ditemukan bukti bahwa pelaku dan korban pernah kenal sebelumnya. Ketiga, foto untuk proses identifikasi merupakan foto yang didapat petugas JIS serta sudah diberi keterangan nama.
Selain itu, saksi TPW yang juga ibu korban MAK, selalu berperan aktif mengarahkan keterangan si anak serta mengintimidasi keterangan anak jika tidak sesuai rencana. Hal itu terungkap pada persidangan 8 Oktober 2014 ketika si anak memberikan keterangan di persidangan dan tanggal 5 Oktober 2014 ketika anak memberikan keterangan melalui teleconference.
Hal janggal lainnya adalah, TPW juga yang meminta pihak kepolisian untuk mendatangi JIS melakukan pemeriksaan pada 1 April 2014.
"Sejak kasus ini dilaporkan ke polisi pada 24 Maret, polisi tidak pernah mendatangi lokasi kejadian dan hanya mengandalkan keterangan TPW. Polisi juga tidak segera menutup toilet tempat kejadian, dan baru sebulan setelah kasus ini polisi bertindak. Artinya inisiatif TPW sangat besar dan ini menyalahi prosedur hukum acara kita," tegas Patra.
Fakta Medis Tak Terbukti
Setelah 19 kali persidangan digelar, tidak ada satupun fakta maupun kesaksian yang bisa membuktikan bahwa tuduhan sodomi itu ada. Secara medis, tidak ada bukti yang mendukung fakta terjadi sodomi sebagaimana hasil pemeriksaan empat lembaga kesehatan ternama yaitu RSCM, SOS Medika, RSPI dan RS Bhayangkara Polri.
SOS Medika sebagai tempat pertama pemeriksaan MAK menyatakan tidak adanya penyakit menular seksual pada korban. DR Narrain Punjabi dari SOS Medika secara tegas juga menyatakan bahwa penyakit herpes yang dijadikan dasar oleh TPW tidak berhubungan dengan penyakit seksual. Dr Narrain menegaskan jika terjadi sodomi oleh 4 orang pada 17 Maret, seharusnya ada bukti luar yang terlihat pada 22 Maret. Kenyataannya Dr Narrain tidak menemukan adanya luka luar itu. Sementara MAK dikatakan berulang-ulang disodomi 4 orang.
Fakta medis yang sama juga disampaikan dr Oktavinda dari RSCM dan dr Lutfi dari RSPI dalam visumnya terhadap MAK. "Bagaimana mungkin anak 6 tahun yang disodomi 13 kali oleh 5 orang dewasa selama 4 bulan tidak menderita penyakit seksual menular. Bahkan korban yang disodomi tanpa pelumas atau kondom ini duburnya tetap normal, sangat mustahil," tandasnya.
Patra juga menyampaikan, sejak kasus ini berjalan sudah terlihat adanya dugaan motif tertentu. Terbukti, selain melaporkan pekerja kebersihan, TPW juga menggugat JIS secara perdata senilai 12,5 juta dolar AS dan kemudian dinaikkan menjadi 125 juta dolar AS.
Yang memprihatinkan, satu pekerja kebersihan PT ISS harus tewas saat penyidikan di Polda Metro Jaya. Kasus kematian Azwar tersebut berhubungan erat dengan penyiksaan yang dialami oleh Agun Iskandar dan Virgiawan Amin yang akhirnya mencabut BAP-nya.
Menurut Patra para pekerja kebersihan PT ISS tidak pernah didampingi pengacara selama penyidikan dan dipaksa mengaku perbuatan yang tidak mereka lakukan. Polisi sesungguhnya sempat menyerah karena Agun dan Virgiawan Amin bertahan tidak mengakui tuduhan itu. Bahkan polisi seperti disampaikan saksi di persidangan, sudah akan melepaskan keduanya.
"Melihat situasi itu TPW yang saat itu ditemani oknum dari kejaksaan terus memaksa polisi untuk menahan keduanya. Entah kenapa polisi akhirnya setuju menahan Agun dan Virgiawan, sementara Afrischa yang ikut diperiksa malam itu dipulangkan," ungkap Patra.
Melihat berbagai kejanggalan dan bukti-bukti yang tidak terbukti, Patra berharap majelis hakim membebaskan pekerja kebersihan JIS tersebut. "Kasus ini sungguh akan menjadi satu kejahatan kemanusiaan yang luar biasa jika akhirnya orang-orang lemah ini harus dihukum," jelas Patra.