Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung berkoordinasi dengan Mahkamah Agung agar mengeluarkan aturan batas waktu pengajuan Peninjauan Kembali (PK) terpidana mati, menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan terpidana mengajukan PK lebih sekali.
Putusan MK tersebut membuat kejaksaan gamang dan menunda pelaksanaan eksekusi terhadap dua terpidana mati kasus narkotika yang kembali mengajukan PK perkaranya ke MA. Padahal, putusan perkara kedua terpidana mati itu sudah berkekuatan hukum tetap (incraht) dan pengajuan PK hingga grasinya pun sudah ditolak sebelumnya.
"Saya sudah bicarakan dengan Ketua Mahkamah Agung mengenai bagaimana solusinya. Nanti, kami bersama MA akan mengeluarkan, apakah Perma (Peraturan MA) atau apakah apapun itu yang nantinya dapat memberikan pembatasan pengajuan PK oleh terpidana mati. Sekarang kan nggak ada batas waktu," kata Jaksa Agung, HM Praserto di Jakarta, Rabu (24/12/2014).
Prasetyo mengakui koordinasi kepada MA ini karena pihaknya tidak ingin disalahkan pada kemudian hari sehingga pelaksanaan eksekusi mati ditunda hingga 2015.
"Kan kalian tahu, bahwa rencana itu ada yang pro dan kontra. Ya kan? Jadi, enggak ada itu pembatalan. Pokoknya, intinya, semua (syarat yuridis dan sosilogis) terpenuhi dulu, baru kami laksanakan eksekusi," terangnya.
Menurut Prasetyo, secara logika hukum, seharusnya seorang terpidana tidak bisa mengajukan PK setelah permohonan grasi (pengampunan) ditolak oleh presiden. Sebab, dengan mengajukan grasi, maka terpidana tersebut secara tidak langsung sudah mengakui kesalahan dan pelanggaran pidananya.
Sebelumnya, kejaksaan berencana melaksanakan eksekusi terhadap enam terpidana mati yang telah berkekuatan hukum tetap (incraht) hingga pengajuan PK dan grasinya yang telah ditolak, sebelumnya pergantian tahun 2014 ini.
Mereka terdiri dari empat terpidana kasus narkotika, yakni AH, PL, ND, MACM dan dua terpidana kasus pembunuhan berencana, yakni GS dan TJ. Namun, jelang pelaksanaan eksekusi, AH dan PL kembali mengajukan PK pada 15 Desember 2014.
Pada 6 Maret 2014 lalu, MK mengeluarkan putusan bahwa terpidana berhak mengajukan PK ke MA lebih satu kali.
Putusan itu dikeluarkan MK atas permohonan gugatan uji materi (judicial review) Pasal 268 ayat 3 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dari mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar yang divonis 18 tahun penjara atas kasus pembunuhan berencana.
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo telah menegaskan komitmennya memerangani narkoba. Ia menyatakan tidak memberi ampunan atau grasi kepada 64 terpidana mati kasus narkotika karena pengedar, gembong narkotika merupakan kejahatan luar biasa yang memberikan dampak merusak luar biasa generasi muda.