TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Puluhan orangtua dan anak-anak yang rumahnya Komplek Batalyon Siliwangi menyambangi kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Jumat (9/1/2015).
Mereka mengadukan hak pendidikan dan tempat tinggal mereka yang tergusur. Salah seroang anak, Aksen Sebastian (12) warga RT 09 mengaku sudah tidak bersekolah sejak Rabu (7/1/2015).
Kepada Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait, salah seorang perwakilan warga Aneta mengatakan, perderitaan warga sebenarnya sudah terasa saat kebakaran terjadi September 2014 lalu.
Setelah kebakaran, warga meminta izin kepada Kodam Jaya untuk membangun rumah itu kembali.
Awalnya memang Kodam Jaya mengizinkan sehingga warga mulai menata kembali rumahnya. Hanya saja, di tengah perjalanan, Kodam Jaya meminta warga untuk menghentikan pembangunan.
Sejak saat itu pula, warga tidak bisa mendapat akses listrik dan air bersih karena tidak mendapat izin dari Kodam Jaya.
"Anak-anak kami tidak bisa belajar karena nggak ada listrik. PLN, PAM nggak mau pasang karena nggak dapat izin Kodam Jaya," kata Aneta di Kantor Komnas PA, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Jumat (9/1/2015).
Menurutnya, setelah itu warga mulai mendapat teror. Petugas malah meminta warga untuk segera pindah dari lokasi itu. Sampai akhirnya, tiba waktu penertiban yang terjadi pada Kamis kemarin.
"Mereka datang bawa senjata. Kami bilang kami ini warga biasa bukan ISIS, bukan teroris. Anak-anak kami juga trauma melihat itu," katanya.
Setelah penertiban, Kodam Jaya memang menyediakan rumah kontrakan gratis selama sebulan kepada keluarga korban. Hanya saja, lokasi yang jauh dari tempat tinggal semula membuat anak-anak tidak bisa sekolah.