TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegawai Kementerian Luar Negeri yang bekerja sebagai diplomat mendapat kabar gembira.
Pasalnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi memperbolehkan sesama diplomat untuk menikah.
Aturan ini berbeda dengan yang dulu ditetapkan. Saat itu, jika pegawai diplomat menikah dengan diplomat RI lainnya, salah satu harus mundur.
"Tapi sekarang diplomat menikah dengan diplomat, dua-duanya dapat meneruskan karirnya. Jadi tidak ada satupun yang dikorbankan profesinya," kata Menlu Retno di Jakarta, Rabu (21/1/2015).
Menurut Retno, kini juga telah disiapkan buku besar pengatur penempatan kedua diplomat yang menikah. Mereka akan ditempatkan di perwakilan-perwakilan Kementerian Luar Negeri yang berdekatan. Hal ini termasuk dalam keberpihakan Kemenlu soal isu gender.
Retno bahas strategi Mainstreaming Gender. Pernikahan antara diplomat adalah salah satu yang dibahas di situ. Ada peneraapan strategi Pengarusutamaan gender (PUG) dan perencanaan penganggaran responsif gender.
Perbedaan jenis kelamin ini menjadi penting, dan Kemlu menunjukan keberpihakan terhadap proporsional gender. Contohnya, dalam kurun waktu 10 tahun ke belakang komposisi diplomat perempuan dibanding diplomat laki-laki sudah hampir sama.
Padahal sebelumnya, saat Retno masuk ke Kemlu, porsi perempuan kurang dari 10 persen.
"Sangat berbeda dengan pada saat (zaman) saya. Saat saya itu masih less than 10 persen diplomat yang terdiri dari perempuan, Saya masuk kemlu tahun 1986 dan dari 70 itu perempuan hanya berdelapan. Sekitar 10 persen. Tapi kalau lihat komposisinya, sekarang sudah bisa dikatakan 50-50," kata Retno.
Untuk lebih konkrit, Kemlu terang mantan Duta Besar Indonesia untuk Belanda itu juga sudah bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perindungan Anak.
Ada MoU dan menerjemahkan kebijakan. Tujuannya, kata Retno agar keberpihakan gender bisa dituangkan dalam pembentukan kebijakan. Misalnya saja pemberian fasilitas seperti pusat pengasuhan anak di Kemlu.
"Jadi kami bekerjasama dengan kementerian PPPA menerjemahkan kebijakan pengarusutamaan gender itu seperti apa. Misalnya di tempat kita ada day care sehingga bagi teman-teman yang bekerja dua-duanya itu bisa menggunakan fasilitas day care," tegas Retno.
Selain itu, ungkapnya, porsi perempuan dalam jabatan penentu keputusan juga meningkat. "Komposisi perempuan menduduki jabatan pembuat keputusan juga terus meningkat. Apalagi sekarang menlunya perempuan," ujarnya.
Senada dengan Menlu Retno, Wakil Menteri Luar Negeri, A.M. Fachir melihat keberpihakan pada gender sudah menjadi kesadaran global. Sekarang waktunya bagi Indonesia tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan.
"Kami sudah punya komitmen pada tingkat internasional yang itu adalah untuk kebaikan kita sendiri, dan karena itu kita coba jabarkan pada tingkat nasional dalam bentuk Undang-Undang," kata Fachir. Menurutnya, asalkan memiliki kemampuan dan kompeten, setiap orang berhak menempati posisi tertentu.
"Karena itu saya katakan semua orang punya kesempatan, bisa diberikan peluang untuk melaksanakan apa yang menjadi keinginan," imbuhnya.