TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno dianggap tidak tepat menilai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kekanak-kanakan karena menggerakkan massa untuk memberikan dukungan.
Menurut pengamat komunikasi politik Anwar Arifin, masyarakat mendukung KPK atas inisiatif pribadi, bukan karena ajakan apalagi diperintah.
Anwar menjelaskan, berbagai elemen masyarakat atau individu berinisiatif datang ke Gedung KPK, di Jakarta Selatan, Jumat (23/1/2015), ketika mendengar kabar ditangkapnya Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri.
"Orang-orang yang hadir di KPK bukan sembarang orang. Mereka datang sendiri karena informasi yang diterima dari media," kata Anwar, saat dihubungi, Minggu (25/1/2015).
Mantan Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Hasanuddin itu melanjutkan, derasnya dukungan masyarakat pada KPK merupakan bukti besarnya harapan publik pada kehadiran pemerintahan yang bersih.
Dukungan itu juga menunjukkan keterbukaan informasi di mana masyarakat memanfaatkan media sebagai pijakan awal menuju perubahan.
"Mereka yang hadir mendukung KPK adalah orang-orang penting yang enggak bisa digerakkan siapa saja. Banyak yang enggak sadar, info dari media adalah penggerak perubahan sosial," ujarnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno menilai pimpinan KPK kekanak-kanakan karena menggerakkan massa untuk memberikan dukungan. Padahal menurut Tedjo, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memerintahkan pimpinan KPK dan Kepolisian untuk tidak membuat suasana semakin panas. [Baca: Menko Polhukam Nilai KPK Kekanak-kanakan jika Kerahkan Massa]
"Jangan membakar-bakar massa, mengajak rakyat, ayo rakyat, kita ini, enggak boleh begitu. Itu suatu pernyataan sikap yang kekanak-kanakan. Berdiri sendiri, kuat dia. Dia akan didukung, konstitusi mendukung. Bukan dukungan rakyat yang enggak jelas itu, konstitusi yang mendukung," kata Tedjo.
Ia pun menyayangkan adanya penggerakan massa untuk mendukung KPK tersebut. Menurut Tedjo, tidak elok jika upaya penggerakan massa tersebut dipertontonkan melalui media-media.
"Harusnya itu tidak terjadi. Boleh, asal tertutup, silakan. Jangan semuanya di depan media tersebar luas, tidak baik, kekanak-kanakan," ucap dia.
Seperti diberitakan, massa mendatangi Gedung KPK setelah Badan Reserse Kriminal Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Adapun Bambang ditangkap untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan mengarahkan saksi untuk menyampaikan keterangan palsu dalam sengketa pemilihan kepala daerah untuk Kotawaringin Barat pada 2010.
Penangkapan tersebut mendapatkan perlawanan dari sejumlah elemen masyarakat, terutama para penggiat antikorupsi. Mereka mendatangi Gedung KPK untuk menyampaikan dukungan moral dan mendesak Polri membebaskan Bambang.
Bambang Widjojanto dibebaskan pada Sabtu (24/1/2015) dini hari. Seusai dibebaskan, Bambang meminta masyarakat untuk solid, merapatkan barisan dalam menghadapi permasalahan hukum di negeri ini.