TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petinggi KPK, Zulkarnaen resmi dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Aliansi Masyarakat Jawa Timur, Jatim 'Am Rabu (28/1/2015) sore.
Zainal Abidin, anggota dari Jatim 'AM mengatakan selain melapor, pihaknya juga mengaku telah di BAP di Mabes Polri.
"Laporan kami diterima dan saya sebagai pelapor sudah di BAP. Saya menyampaikan laporan soal dugaan tindak pidana gratifikasi Wakil Ketua KPK, Zulkarnaen," tutur Zainal di Mabes Polri.
Zainal pun berharap laporannya itu segera ditindaklanjuti oleh Bareskrim dan dinaikkan ke tingkat penyidikan.
Saat disinggung soal barang bukti, Zainal mengaku membawa beberapa dokumen yang mendukung laporannya itu dan telah diserahkan ke penyidik.
"Dia (Zulkarnaen) diduga menerima satu unit toyota camry 3000cc. Soal uang kami tidak punya bukti. Itu informasi yang kami himpun. Apa urusannya gubernur Jatim datang ke Kajati Jatim yang saat ini kajatinya, Zulkarnaen," tutur Zainal yang juga mantan anggota DPRD Jatim tahun 1999-2009.
Untuk diketahui sebelumnya, rombongan Aliansi Masyarakat Jawa timur, Jatim 'Am Rabu (28/1/2015) menyambangi Mabes Polri.
"Kami dari Jatim'AM, tadi sudah dari Kejagung dan sekarang mau audiensi dengan wakapolri," ujar Syaian Choir, Sekjen Jatim 'AM di Mabes Polri.
Syaian menjelaskan sejak dua bulan lalu, pihaknya sudah mengagendakan audiensi dengan Mabes Polri dan Kejagung soal kasus-kasus korupsi di Jawa Timur.
Dan menurutnya dari beberapa kasus yang ada di Jawa Timur itu, ada diantaranya yang menyangkut nama pimpinan KPK, Zulkarnaen.
"Kami audiensi berkaitan kasus dahsyat di Jatim, di dalamnya ada Zulkarnean. Penggiat anti korupsi diJatim ada yang ditembak dan dibacok. Kasus korupsi dahsyat tahun 2008, sangat mungkin dilaporkan ke Bareskrim," kata Syaian.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Zulkarnaen dilaporkan oleh Jatim'Am terkait dugaan korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Jawa Timur tahun 2008.
Zulkarnaen diduga telah menerima suap senilai Rp2,8 miliar untuk menghentikan penyidikan kasus yang juga diduga melibatkan Gubernur Jatim Soekarwo.