TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) sebagai kapolri merupakan wujud dari pelaksanaan hak prerogratif presiden secara konsisten dalam sistem presidensial.
Dimana hak itu seutuhnya terbebas dari intervensi pihak manapun termasuk pula tekanan publik.
"Semakin lama presiden menunda pelantikan BG, maka ini akan membuat situasi politik tidak kondusif. Wibawa presiden sebagai pemilik hak prerogratif pun terdegradasi, dan dipersepsikan sebagai figur yang lambat serta peragu," kata Karel Susetyo, Direktur Eksekutif POINT Indonesia, di Jakarta, Minggu (8/2/2015).
Menurutnya, kondisi ini akan menjadi preseden buruk di masa mendatang tatkala presiden ingin mengambil kebijakannya dengan menggunakan hak prerogratifnya.
Padahal, menurut dia, keberanian dan keteguhan presiden jokowi telah ditunjukkan dalam pengambilan keputusan atas kenaikan BBM pada tahun lalu.
Meski kebijakan itu tidak populis, Presiden mengambil jalan terjal untuk kemudian justru membawa pada kemaslahatan dgn mampu menjaga tidak defisitnya anggaran negara.
"Ini pula yang seharusnya bisa mendasari pelantikan BG. Bahwa pelantikan tersebut dapat menghindari kondisi politik dan penegakan hukum menuju titik nadir, dengan mengambil kebijakan yang tidak populis," jelasnya.
"Bahwa kebijakan itu bisa diperbaiki atau direvisi pada masa mendatang, itu juga merupakan bagian dari hak prerogratif presiden.
"Dia mencontohkan, pada kasus kenaikan BBM, presiden juga akhirnya menurunkan BBM ketika harga minyak dunia turun. Analogi ini juga bisa dipakai sebagai landasan rasional pelantikan BG sebagai kapolri.
"Kalau dianggap BG bermasalah nantinya ketika menjabat kapolri, maka presiden bisa saja mencopot jabatannya. Dan disinilah letak tanggung jawab presiden dengan kekuasaan hak prerogratifnya," ujar Karel.