TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jurnalis asal Amerika Serikat, Allan Nairn, diperiksa penyidik Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Ditreskrimum Polda Metro Jaya terkait kasus pelanggaran HAM Talangsari, Lampung.
Nairn diperiksa atas pelaporan keluarga korban Talangsari yang melaporkan mantan Kepala Badan intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Pemeriksaan Nairn sebagai saksi dilakukan di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada Selasa (10/2/2015) sejak pukul 11.00-16.00 WIB.
Setelah dilakukan pemeriksaan, Nairn mengaku ada Sekitar 20 hingga 40 pertanyaan yang diajukan polisi. Di kesempatan itu, dia memberikan kesaksian atas peristiwa yang terjadi pada tahun 1989 tersebut.
"Polisi mau tanya wawancara saya dengan Jenderal Hendropriyono khususnya tentang fakta bahwa dia bilang sama saya, bahwa korban Talangsari bunuh diri. Sebenarnya itu pembunuhan massal oleh pasukan Hendro tapi dia bilang bunuh diri sama siapa. Jadi saya kata itu sama polisi," ujar Nairn, di Mapolda Metro Jaya, Selasa (10/2/2015).
Materi pemeriksaan menyangkut hasil wawancara Nairn dengan Hendropriyono. Di mana dalam wawancaranya itu, Hendropriyono menyebut jika korban Talangsari melakukan aksi bunuh diri massal. Pernyataan ini yang diperkarakan keluarga salah satu korban.
Nairn mengatakan keluarga para korban merasa deklarasi oleh Hendropriyono kepada dirinya bahwa kejadian Talangsari adalah peristiwa bunuh diri itu merupakan pencemaran nama baik.
"Memang itu tidak benar, karena Komnas HAM banyak kesaksian, banyak bukti. Saya mencari beberapa hari lalu di Talangsari, saya menjumpai korban-korban bicara banyak disana termasuk tentara dan polisi di sana. Dan jelasnya itu pembantaian massal oleh Jenderal Hendropriyono," tuturnya.
Nairn menjelaskan dalam wawancaranya itu, Hendropriyono menyebutkan beberapa poin kepada Nairn terkait peristiwa Talangsari itu.
Salah satunya terungkap Hendropriyono mempunyai sekitar seratus atau dua ratus lebih korban, kebanyakan besar korban itu orang sipil tanpa senjata, termasuk banyak perempuan dan anak-anak.
"Jenderal Hendropriyono mengungkapkan kepada Nairn, pasukan dia mengepung pondok-pondok warga Talangsari. Dan Hendro mengatakan sama saya, dia langsung bicara sama warga itu, kata dia, dia bilang sama warga itu 'ayo keluar dari pondok, kalau tidak keluar kami akan menyerang'," katanya.
"Dan terus Hendro bercerita sama saya, tiba-tiba semua pondok-pondok itu dibakar itu bunuh diri masal oleh orang. Itu yang dikatakan hendro pada saya,".
Setelah mengetahui kronologis peristiwa tersebut, Nairn menegaskan dua hal kepada Hendropriyono yakni apakah dia siap diadili atas pembantaian masal di Talangsari itu dan menekankan kepada Hendropriyono untuk menyuruh pemerintah Indonesia maupun Amerika mengumumkan semua dokumen rahasia terkait peristiwa Talangsari.
"Tentang pembuhan Munir, dan pembunuhan massal Timor-timor. Hendropriyono menjawab dia siap diadili atas Talangsari, atas Munir, dan atas Timor-Timur. Juga dia suruh pemerintah Indonesia langsung membuka dokumen rahasia BIN, Polri, dan TNI. Dan pemerintah Amerika membuka dokumen CIA, Pentagon, Whitehouse State Departemen tentang kasus Talangsari, Timor-timur dan Munir. Dan Jenderal Hendro mengaku kepada saya bahwa kerjasama (dengan) CIA, Intel Amerika, secara akrab dengan mereka sampai dia rapat langsung George, kepala CIA," tambahnya.
Seperti dilansir wikipedia, peristiwa Talangsari 1989 adalah insiden yang terjadi di antara kelompok Warsidi dengan aparat keamanan di Dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabutapen Lampung Timur (sebelumnya masuk Kabupaten Lampung Tengah). Peristiwa ini terjadi pada 7 Februari 1989.