TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bertemu di musyawarah nasional (Munas) Partai Hanura yang kedua di Diamond Convention Center, Solo, Jawa Tengah pada Jumat (13/2/2015).
Ini merupakan pertemuan pertama kedua tokoh nasional tersebut di depan publik, setelah penetapan status tersangka Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Gunawan oleh KPK dan penundaan pelantikan Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol) itu sebagai Kapolri.
Apa maksud di balik pertemuan tersebut? Menurut Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan, itu merupakan cara kedua tokoh tersebut untuk menyampaikan kepada publik bahwa tidak ada permasalahan.
“Pertemuan Jokowi dan Megawati di Munas Partai Hanura itu mereka ingin menunjukkan secara komunikasi politik, mereka baik-baik saja,” tutur Djayadi di Warung Daun, Sabtu (14/2/2015).
Namun, kata Djayadi yang paling penting saat ini adalah tindakan dari presiden mengenai jadi atau tidaknya pelantikan Komjen Budi Gunawan.”Yang penting itu tindakan apa. Tindakan itu apa ada dua? melantik dan tidak melantik,” ujarnya.
Djayadi mengatakan PDIP sebagai partai pengusung presiden harus memahami posisi Jokowi. Jadi, partai berlambang kepala banteng tersebut tidak bisa menyatakan bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta itu merupakan petugas partai.
Dia melanjutkan, seandainya Jokowi tidak jadi melantik Komjen Budi Gunawan, maka PDIP sebagai partai utama pendukung presiden tidak mempunyai pilihan kecuali mendukung kebijakan itu.
“PDIP tidak punya pilihan lain kecuali mendukung kebijakan itu. Kalau mereka tidak mendukung kemudian akan merugikan PDIP sendiri. Ini karena PDIP dianggap pro kepada orang yang kontroversial dalam pemberantasan korupsi dan penegakan hukum,” ujarnaya.
“Sehingga itu berakibat negatif kepada politik PDIP ke depan. Sebaiknya PDIP berhati-hati. Jadi mereka mendukung semua kebijakan Jokowi yang sesuai dengan keinginan publik,”.