TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, yang mengaitkan bantuan Australia kepada Indonesia pasca Tsunami di Aceh untuk pembatalan pelaksanaan hukuman mati atas dua warganya dalam waktu dekat patut disesalkan.
Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), mengatakan ada tiga alasan mengapa pernyataan Tony Abbott tersebut patut disesalkan.
Pertama, Tony Abbott memberi persepsi yang salah terhadap bantuan yang diberikan oleh Australia. Australia seolah tidak tulus dan ikhlas dalam menyampaikan bantuan. Bantuan diberikan seolah untuk menciptakan ketergantungan Indonesia terhadap Australia. Dan saat ini ketika ada kepentingan Australia ketergantungan itu yang digunakan.
"Ini akan menguatkan opini dari publik Indonesia bahwa bantuan dari luar negeri sudah dapat dipastikan terselip kepentingan. Tidak ada makan siang yang gratis (there is no free lunch)," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (19/2/2015).
Kedua, Tony Abbott bukanlah PM atau pengambil kebijakan ketika Australia memberi bantuan ke Indonesia pasca tsunami. Kemungkinan saat itu pemberian bantuan ke Indonesia dilakukan secara tulus.
Namun sekarang telah disalahmanfaatkan oleh Abbott seolah bantuan tersebut dapat ditukar dengan pembatalan pelaksanaan hukuman mati.
Terakhir, dalam pernyataan Abbott ketika Australia memberi bantuan pasca tsunami ada warga Australia yang meninggal seolah ingin ada barter nyawa.
Tidak seharusnya nyawa warga Australia yang memberi bantuan di Aceh dibarter dengan nyawa dua warga Australia yang akan menjalani hukuman mati karena malakukan kejahaatan yang serius di Indonesia.
Namun demikian Indonesia harus bersikap memahami mengapa Tony Abbott mengeluarkan pernyataan kontroversial tersebut.
Ini tidak lepas dari upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah Australia di menit-menit terakhir menjelang pelaksanaan hukuman mati dua warganya.
Di samping itu, konstelasi perpolitikan internal mengharuskan Abbott untuk memiliki keunggulan untuk berbuat agar ia dapat mempertahankan kursi perdana menterinya. Isu pelaksanaan hukuman mati di Indonesia telah dijadikan komoditas politik oleh para politisi Australia.