Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menilai konflik yang terjadi karena bangsa Indonesia mengalami disoerientasi dan sudah jauh meninggalkan ideologi Pancasila serta UUD 1945.
"Sudah disorientasi. Kita kehilangan arah. Kita hidup di NKRI untuk apa? Kita harus ingat lagi visi misi NKRI dengan ideologi Pancasila," ujar Arief dalam diskusi di gedung MPR, Jakarta Pusat, Senin (2/3/2015).
Arief memastikan perlunya penguatan empat pilar MPR RI. Di dalamnya terdiri dari Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, UUD 1945 sebagai konstitusi negara, NKRI sebagai bentuk negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.
"Saya melihat terjadi ketidakpercayaan sesama anak bangsa. Kalau berlarut-larut itu menjadi awal kehancuran republik. Dari apa yang ditanamkan founding fathers," ungkapnya.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan di MPR Ahmad Basarah senada dengan Arief. Ketua Badan Sosialisasi MPR itu memandang persoalan kisruh antarlembaga negara mencerminkan pancasila sudah tidak dianut banyak orang.
"Jokowi-JK harus membentuk badan khusus untuk membangun mental bangsa. Sekarang antarlembaga negara tidak saling bersinergi, sekarang saling menerkam karena nilai Pancasila sudah ditinggalkan," imbuh Basarah.
Seperti diketahui, peta hukum dan politik Indonesia riuh saat ketika KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka, sehari sebelum menjalani uji kepatutan dan kelayakan sebagai calon Kapolri. Belakangan, Presiden Jokowi tak jadi melantik Komjen Budi dan menggantikan mengajukan calon Kapolri baru, Komjen Badrodin Haiti.
Tak puas dengan langkah KPK, lewat kuasa hukumnya Komjen Budi mempraperadilankan KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hasilnya, pengadilan mengabulkan separuh permohonan Budi.
Jelang beberapa hari setelah Komjen Budi ditetapkan sebagai tersangka, Bareskrim Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka melakukan rekayasa terhadap saksi dalam sengketa pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010.
Sementara Polda Sulselbar juga menyangka Abraham Samad sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen. Kini, Bareskrim menyangka Abraham dalam kasus rumah kaca. Baik Abraham dan Bambang, kini sudah dinonaktifkan sebagai pimpinan KPK.