TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri membantah berita media Australia yang memuat pernyataan delegasi Indonesia ketika Sidang Dewan PBB di Jenewa untuk memoratorium eksekusi mati.
Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P. Marsudi mengungkapkan pemberitaan tersebut tidak benar dan tidak ada niatan dari pemerintah Indonesia untuk menghentikan hukuman tersebut.
Bahkan, Menlu telah menghubungi perwakilan RI di PBB. Hasilnya, tidak ada pernyataan yang dilontarkan memuat poin-poin berita sebagaimana termuat di media asing tersebut. Pemberitaan tersebut tidak benar, Retno menduga, media Australia memelintir perkataan delegasi Indonesia. Sehingga produk informasi yang tersebar menjadi tak valid.
"Diperoleh informasi bahwa apa yang dikutip oleh beberapa media Australia itu tidak benar. Sekali lagi saya tekankan apa yang dikutip media tersebut adalah tidak benar," kata Menlu Retno di kantor Kemenlu, Jakarta, Jumat (6/3/2015).
Kalimat yang sebenarnya diungkapkan oleh delegasi Indonesia pada Sidang Dewan HAM di Jenewa adalah "And if we have to reintroduce death penalty, it is simply because we dictated by the aggravated situation affecting our society as the result of those crimes," begitu ditirukan Menlu Retno.
Ia menilai beberapa media Australia salah dalam mengutip lantaran surat edaran yang diterbitkan juga keliru. Informasi dari kantor komisaris tinggi HAM PBB awalnya tidak sesuai dengan ucapan delegasi Indonesia. Namun sudah diluruskan setelah otoritas Indonesia mengajukan protes.
"Kemudian kita memprotes karena kita tidak pernah menyampaikan seperti itu, dan versi yang diupload di website kantor komisaris tinggi HAM itu sudah direvisi. Sekali lagi saya tekankan sudah direvisi sesuai dengan apa yang disampaikan oleh delegasi Indonesia pada Sidang Komisi HAM di Jenewa," kata Menlu Retno.