TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penundaan eksekusi mati terhadap terpidana narkoba termasuk duo 'Bali Nine' dinilai sudah tepat. Sikap kejaksaan yang tidak buru-buru mengambil sikap pun diapresiasi.
“Jadi tindakan penundaan itu sudah tepat. Termasuk sikap Jokowi untuk melakukan sikap tersebut,” kata Pengamat Hukum dan Tata Negara Irman Putra Sidin, Senin(9/3/2015).
Menurutnya, hukuman mati ini bisa digantikan dengan cara lain. “Jadi, tidak bisa dengan alasan kedulatan hukum kita. Wajar pihak Australia memperjuangkan warganya agar tak di eksekusi mati. Toh, pemerintahan kita juga, akan memperjuangkan hal yang sama jika ada warganya yang akan dieksekusi mati,” ucap Irman.
Hukuman mati kata Irman juga dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap Undang-undang Dasar 1945. Dimana, negara harus melindungi warga luar negeri bukan hanya warga Indonesia. Hal tersebut dikatakan oleh . Ia juga meminta Presiden Jokowi untuk menganulir eksekusi mati.
“Kalau bisa, Jokowi menganulir eksekusi mati itu. Karena sudah mencabut roh dari makna UU 45. Padahal jelas, dalam UU 45, Indonesia juga harus melindungi warga luar negeri dalam hak hidupnya. Jadi bukan warga Indonesia saja,” ujar Irman.
Lebih lanjut katanya, jika Indonesia dapat menyelamatkan hak hidup mereka, akan berdampak baik baik kerjasama Indonesia dengan Australia. “Dampaknya, bahwa negara lain akan melakukan aksi saling melindungi,” ujar Irman.
Sementara, pengamat lainnya, Jeirry Sumampow mengatakan, jika Indonesia dalam dasar hukuman seharusnya sudah menghindari proses hukuman mati.
“Ini adalah bagian dari konsep untuk tetap bisa merasakan hidup. Jadi semestinya, Indonesia memperlakukan masalah HAM tanpa melakukan hukuman mati,” ujar Jeirry.
Jeirry mengatakan, dalam Undang-Undang (UU) Pasal 28 ayat 1 seharusnya Indonesia dapat melakukan penataan hukum yang lebih baik lagi. Meski begitu, Jeirry berharap, penundaan ini jangan sampai dikarenakan adanya desakan dari pihak negara luar.
“Saya melihat, pemerintah sekarang ini sedang banyak ditekan oleh pihak luar. Saya setuju, jika penundaan ini benar-benar murni dari sikap pemerintahan Indonesia tanpa ada tekanan dari negara lain,” ujar Jeirry.
Dengan penundaan seperti ini, Jeirry menilai jika pemerintahan Indonesia sedang berusaha menjalin hubungan baik dengan negara-negara yang ingin menyelamatkan warga negaranya dari hukuman mati tersebut.
“Ya pasti ada hubungan kerjasama dengan pihak negara luar. Tetapi ya kita setujui jika ingin menjalankan hubungan baik, tetapi kita ingin pemerintahan bisa bekerja dengan sendiri tanpa diatur oleh negara luar,” kata Jeirry.