TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - SUAKA, sebuah jaringan masyarakat sipil untuk advokasi hak-hak asasi pengungsi dan pencari suaka, mengecam pernyataan Mekopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno yang menjadikan pencari suaka politik atau pengungsi sebagai dagangan politik di saat ketegangan diplomatik Indonesia dengan Australia terjadi terkait masalah penerapan hukuman mati di Indonesia.
Dalam sebuah pernyataannya, Tedjo Edhy mengancam akan melepaskan 10.000 pencari suaka bila Australia terus bersikap tak bersahabat terhadap eksekusi mati terpidana Bali nine.
"Sebuah pernyataan publik yang tidak pantas di ucapkan oleh seorang pejabat tertinggi Republik ini yang bertanggung jawab di bidang Politik dan HAM," tulis Febionesta, Chair of Suaka dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Jumat (13/3/2015).
Menurut SUAKA, dengan berbagai alasan dan faktor, 10 pencari suaka yang ada di Indonesia saat ini adalah orang-orang yang terancam jiwa dan keamanannya di negara asalnya sehingga terpaksa harus mencari perlindungan di negara lain.
Selama ini, sejak 1979, Indonesia, sebagai Negara transit, telah memberikan bantuan kepada pencari suaka/pengungsi secara sementara, di antaranya pula dengan mengizinkan UNHCR (Kantor Urusan Pengungsi PBB) dan IOM (Organisasi Imigrasi Internasional) di Indonesia untuk menangani permasalahan tersebut sembari menunggu solusi jangka panjang.
Untuk itu, SUAKA memandang bahwa pernyataan Menkopolhukam tersebut mencerminkan bahwa Menteri Tedjo tidak mengerti tentang permasalahan pengungsi internasional.
Pernyataan Tedjo bertentangan dengan sikap dan kebijakan pemerintah Indonesia selama ini yang menilai bahwa permasalahan pengungsi adalah masalah dan tanggung jawab dunia, di mana Indonesia harus dan telah berupaya berbagi beban sebagai bagian dari komunitas Internasional.
"Dan menjadi aktor penting dalam kerjasama regional masalah pengungsi dalam konteks Bali Process . yang justru di pimpin oleh Indonesia dan Australia.
Ditegaskan Febionesta, pernyataan Tedjo memosisikan para pengungsi hanya sebagai komoditas diplomatik untuk mengurangi tuntutan Australia dalam kasus eksekusi hukuman mati di Indonesia.
"Pernyataan yang merendahkan martabat kemanusiaan, padahal pernyataan ini memberikan efek besar pada kerentanan para pengungsi dan berpotensi menempatkan pengungsi internasional dalam bahaya yang lebih besar," lanjutnya.
Sebagai champion demokrasi dan HAM di kawasan Asia Tenggara sudah seharusnya Indonesia menunjukan komitmennya dengan melihat isu pengungsi ini dari perspektif HAM, terlebih hak untuk mencari suaka telah diakui di dalam konstitusi Indonesia, UUD 1945.
Oleh karena itu, SUAKA mengecam pernyataan Tedjo yang akan menjadikan 10 ribu pengungsi menjadi tsunami manusia ke Australia.
SUAKA juga mminta Menkopolhukam agar menarik pernyataannya tersebut dan meningkatkan kerjasama regional antar negara-negara di kawasan Asia Pasifik termasuk Australia, dalam kerangka kerja penanganan permasalahan pengungsi yang mengupayakan perlindungan hak-hak asasi mereka, serta mencarikan solusi yang permanen (durable solution).