TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK telah menahan Komite Pembangunan Wisma Atlet, Rizal Abdullah kemarin malam. Penyidik pun terus melengkapi berkas penyidikan melalui pemeriksaan para saksi.
Pada Jumat (13/3/2015), penyidik KPK memeriksa dua orang pegawai negeri sipil (PNS). Saksi tersebut antara lain Ircham PNS di Kementerian Keuangan dan Isnanta PNS di Kementerian Pemuda dan Olah Raga.
"Keduanya diperiksa sebagai tersangka," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, Jakarta, Jumat(13/3/2015).
Dalam kasus ini, KPK menduga Kepala Dinas PU Bina Marga Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan itu menyalahgunakan wewenang yakni penggelembungan (mark up) anggaran dalam proyek tersebut sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara yang diduga mencapai Rp 25 miliar.
Rizal dijerat dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet dan disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Sebelumnya, dalam persidangan kasus Wisma Atlet dengan terdakwa (kini terpidana) Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah Mohamad El Idris, pada 11 Agustus 2011 silam, Rizal mengaku menerima Rp 400 juta dari perusahaan milik Nazaruddin tersebut.
Uang tunai itu disebut-sebut pemberian dari PT Duta Graha Indah untuk Alex. Kendati demikian, kala itu Rizal mengaku tidak tahu-menahu soal tujuan pemberian uang tersebut. Uang tunai tersebut, diakui Rizal, telah dia kembalikan ke KPK.
Rizal juga sempat mengungkapkan adanya fee 2,5% untuk Alex dari nilai uang muka proyek Wisma Atlet Jakabaring, Palembang sebesar Rp 33 miliar yang didapat Duta Graha.
Dalam vonis El Idris, nama Rizal menjadi salah satu yang terbukti menerima suap oleh El Idris. Uang tersebut disebutkan sebagai bentuk terima kasih atas pemenangan Duta Graha pada proyek Wisma Atlet. El Idris divonis dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.