Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua DPR Setya Novanto meminta pemerintah tak terpengaruh tekanan internasional terkait eksekusi mati duo bali nine.
"Kami berharap pemerintah tidak terpengaruh oleh tekanan diplomasi internasional yang menganggu kedaulatan hukum nasional," kata Novanto dalam pidato pembukaan masa sidang ketiga tahun 2014-2015 di ruang sidang paripurna DPR, Senin (23/3/2015).
Diketahui sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menjawab permintaan keluarga para terpidana mati kasus narkoba yang menyatakan membutuhkan waktu lebih untuk bertemu dengan mereka. Jawaban itu berupa penundaan pemindahan terpidana ke Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan hingga waktu yang belum ditentukan.
"Penundaan ini bukan karena adanya tekanan dari negara-negara asal terpidana," kata Prasetyo beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyatakan menunda pemindahan sepuluh terpidana mati ke LP Nusakambangan karena sejumlah pertimbangan teknis. Di antaranya LP Nusakambangan belum siap menerima terpidana lebih dari lima orang dan adanya terpidana yang sakit jiwa. Meski begitu, Kejaksaan memastikan eksekusi gelombang kedua tidak akan dibatalkan.
Masih bergemingnya Indonesia ihwal pelaksanaan eksekusi mati memicu reaksi keras dari sejumlah negara. Australia, misalnya, meminta Indonesia membatalkan eksekusi dua warganya sebagai balas jasa atas bantuan tsunami Aceh 2004. Contoh lain, pemerintah Brasil menolak Duta Besar Indonesia untuk Brasil Toto Riyanto pada hari penerimaannya sebagai bentuk protes.
Menurutnya, penundaan dilakukan karena dia merasa permintaan keluarga tak bisa begitu saja diabaikan. Hal itu karena pembatalan eksekusi mati tak mungkin dilakukan, yang paling mungkin diberikan Kejaksaan kepada mereka hanyalah perpanjangan waktu bertemu dengan para terpidana via penundaan eksekusi.
Lebih lanjut Prasetyo menambahkan, penundaan ini juga merupakan bentuk empati Kejaksaan. Ia mengaku membayangkan susahnya upaya warga Indonesia bertemu dengan anggota keluarga mereka yang menjadi terpidana mati di luar negeri.
"Dua ratus lebih WNI terancam di luar negeri. Kalau diabaikan rasanya, kan, enggak enak juga," kata Prasetyo.