TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Tedjo Edhy Purdijatno, mengatakan pemerintah belum bisa menentukan kesalahan 16 warga negara Indonesia (WNI) yang ditahan di Turki.
Sebab tidak ada pasal di Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP) yang bisa menjerat mereka.
Tedjo mengatakan, sejumlah orang yang diamankan polisi karena membantu 16 WNI itu berangkat, juga dijerat bukan karena keterlibatannya akan gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Mereka di tersangkakan bukan karena merekrut, tapi karena pidana lain," katanya, kepada wartawan usai menghadiri acara "International Conference on Terrorism & ISIS," di Jakarta International (JI) Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (23/3/2015).
Pemerintah juga tidak bisa mengambil kebijakan pencabutan status kewarganegaraan terhadap 16 orang yang sempat menolak dipulangkan itu, lagi-lagi karena Undang-undang. Kata Tedjo di undang-undang yang berlaku di Indonesia, tidak diatur soal pencabutan kewarganegaraan sehingga seseorang tidak memiliki kewarganegaraan sama sekali.
Untuk menjerat 16 WNI yang hingga kini masih ditahan otoritas Turki, dan ratusan WNI lainnya yang sudah sukses menyebrang ke Syria dan Irak untuk bergabung dengan ISIS, perlu dibuatkan Undang-undang baru, atau bisa dengan Peraturan Pengganti Undang-undang, yang melarang seseorang bergabung dengan ISIS.
"Kita belum jelas-jelas menyatakan ISIS ini terlarang, harus ada pernyataan ISIS terlarang, baru (pemerintah) bisa memberikan sanksi pada mereka," ujarnya.
Namun demikian, terhadap 16 WNI yang diamankan otoritas Turki karena hendak menyeberang ke Suriah itu, pemerintah masih beritikad baik dan berharap mereka masih mau dibina dan bekerjasama dengan pemerintah.
"Kalau mereka mau kerjasama dengan kita, tentunya mereka bisa jadi tulang punggung untuk memberantas atau mengurangi pengaruh ISIS di Indonesia," tuturnya.