TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Minggu lalu, Kadiv Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Anton Charliyan mengatakan ada pungutan tidak sah dalam kasus dugaan korupsi Payment Gateway yang melibatkan mantan Wamenkum HAM Denny Indrayana.
Berdasarkan keterangan audit BPK Desember 2014 terindikasi ada kerugian negara Rp 32.093.695.000.
Namun menurut Denny, angkanya Rp 32,4 miliar dan itu tetap bukan kerugian negara. Bantahan itu disampaikan kubu Denny Indrayana, melalui kuasa hukumnya, Heru Widodo.
"Soal informasi kerugian negara Rp 32,4 miliar tidak tepat. Karena angka itu menurut laporan BPK tanggal 30 Desember 2014 bukanlah kerugian negara tapi itu nilai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang disetor ke negara dari hasil pembuatan paspor," tutur Heru, Selasa (24/3/2015) di Mabes Polri.
Dijelaskan Heru, dalam laporan BPK tersebut sama sekali tidak ada disebut total kergian negara yang ditimbulkan dari program pembayaran paspor secara elektronik.
"Hitungan kerugian negara itu tidak ad, diperkuat pula dengan informasi Bareskrim sedang menunggu penghitungan yng dilakukan BPK. Kami meyakini BPK dapat bekerja secara profesional dan proporsional serta menghasilkan temuan yang mendukng program inovasi yang dilakukan Kemenkum HAM melalui pembayaran paspor secara elektronik," ungkapnya.
Untuk diketahui, mantan Wamenkum HAM Denny Indrayana dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Andi Syamsul Bahri, Selasa (10/1/2015).
Dalam laporan LP/166/2015/Bareskrim, Denny dilaporkan atas dugaan korupsi saat masih menjabat sebagai Wamenkum.
Denny disangkakan pasal 2 jo pasal 3 UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Payment gateway, merupakan layanan jasa elektronik penerbitan paspor yang mulai diluncurkan Juli 2014. Namun, belum lama diluncurkan, Kementerian Keuangan merespons layanan tersebut belum berizin. Layanan itu ada saat Denny Indrayana menjabat sebagai Wamenkum HAM.