TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengkritisi peningkatan anggaran belanja pegawai dalam RAPBD DKI 2015 yang diserahkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek menyampaikan kekecewaannya dihadapan Ahok saat rapat pebahasan Rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub) di Kemendagri, Jakarta Pusat, Kamis (2/4/2015).
"Pak gubernur mohon maaf saya harus sampaikan secara terbuka, dalam Raperda kemarin Rp 19,02 triliun digunakan untuk belanja pegawai. Sepertiga APBD," ucap pria yang akrab disapa Donny tersebut.
Angka tersebut justru dengan menggunakan total anggaran tahun sebelumnya alokasi dana belanja pegawai meningkat. Hal tersebut membuat Donny mempertanyakan keberpihakan Pemprov DKI terhadap masyarakat.
"Kami temukan kok terjadi kenaikan belanja pegawai. Kemarin kami minta turunkan pada Raperda, kok sekarang nambah lagi. Lalu di mana letak keberpihakan belanja publik ini kepada masyarakat?" ucap Donny.
Ahok menjelaskan tingginya anggaran belanja pegawai dikarenakan anggaran tersebut tidak lagi dititipkan dalam anggaran pengadaan barang dan jasa atau disebut dengan istilah honorium.
"Dulu ibaratnya belanja pegawai itu dititipkan di belanja barang sama jasa. Sekarang kami tidak mau. Kalau kami belanja barang 61 persen, itu asli 100 persen belanja barang," jelas Ahok.
Selain itu, tingginya belanja pegawai yang dianggarkan DKI dalam rangka menghilangkan budaya pungutan liar dalam pelayanan masyarakat. Bukan hanya itu, dengan gaji jumbo akan memperkecil ruang bagi PNS DKI melakukan penggal memenggal anggaran pengadaan barang dan jasa.
"(Dengan gaji tinggi) Bapak-bapak, ibu-ibu tidak lagi nilep-nilep, tidak minta-minta uang, urusan surat semua BPTSP tidak minta uang," ucapnya.