TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan Presiden Jokowi menaikkan uang muka pembelian kendaraan bagi pejabat negara dinilai bertentangan dengan keinginan Presiden melakukan efisiensi dan efektivitas belanja pegawai.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Yenny Sucipto, Kamis (2/4/2015) menegaskan, kebijakan ini bertentangan dengan semangat Nawacita.
"Paradoks dengan semangatnya efisiensi APBN, pada saat ada kebijakan para kementerian/lembaga dan pemda tidak boleh rapat di hotel dan lain lain, di sisi lain malah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan fasilitas lebih kepada para pejabat," kata Yenny, melalui pesan singkat.
Yenny menilai, penambahan uang muka untuk kendaraan pejabat ini bertentangan dengan semangat Nawacita yang diusung Presiden Jokowi sebagai visi dan misi pemerintahannya. Dalam Nawacita, kata dia, Jokowi menekankan perlunya efisiensi dan efektivitas anggaran.
Oleh karena itu, kata dia, menjadi ironis jika Presiden menaikkan tunjangan pejabat sementara di saat bersamaan masyarakat dibebani kenaikan harga bahan bakar minyak. "Ironis jika kebijakan ini dikeluarkan di tengah-tengah mahalnya beras, kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan BBM," kata Yenny.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan, Presiden Jokowi menaikkan uang muka pembelian kendaraan menjadi Rp 210,890 juta.
Dikutip dari situs Sekretariat Kabinet, Perpres itu merupakan revisi dari Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010.
Perpres ini hanya mengubah Pasal 3 ayat (1) Perpres No 68/2010. Jika pada Perpres No 68 Tahun 2010 disebutkan fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebesar Rp 116.650.000, dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 diubah menjadi sebesar Rp 210.890.000.