TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengapresiasi langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan memblokir 22 situs yang dianggap menyebarkan kebencian dan menyerukan kekerasan atas nama agama.
Menurut Ketua AJI Jakarta, Ahmad Nurhasim, pemblokiran itu tentu tak lepas dari adanya kontroversi di masyarakat.
"Pemerintah harus mengontrol situs-situs penyebar kebencian dan mengajak melakukan kekerasan dengan alasan apapun," kata Ahmad di kantornya, kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (5/4/2015).
Ahmad menuturkan, situs konten yang bisa dilaporkan dan dapat diblokir mengacu pada Peraturan Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 yang menyediakan payung hukum untuk menutup akses terhadap situs internet bermuatan negatif. Menurutnya, peraturan Menteri itu mengacu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Situs konten yang bisa dilaporkan dan dapat diblokir menurut peraturan di atas adalah menyangkut privasi, pornografi anak, kekerasan, suku, agama, ras dan antar golongan. Serta konten lainnya yang berdampak negatif dan meresahkan masyarakat," tuturnya.
Ahmad menjelaskan, dalam kasus penutupan 22 situs ini, pemerintah menggolongkannya sebagai konten negatif yang dapat membahayakan masyarakat dan keamanan nasional. Menurutnya, pemblokiran ini sebenarnya telah lama dinantikan karena pemerintah harus melindungi kepentingan umum dari konten internet yang dianggap radikal.
"Seperti situs yang mengajak pembacanya untuk bergabung dengan kelompok-kelompok keagamaan yang menghalalkan aksi kekerasan seperti ISIS," tuturnya.